Hadapi Praperadilan Hakim Agung Gazalba Saleh, KPK Bawa 111 Bukti

Hadapi Praperadilan Hakim Agung Gazalba Saleh, KPK Bawa 111 Bukti - firli bahuri - www.indopos.co.id

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ketika mengumumkan penetapan tersangka dan penahanan Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung Edy Wibowo (EW) di Gedung Merah Putih KPK, Senin (19/12/2022). Foto: Dokumen KPK

INDOPOS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa 111 bukti dalam lanjutan sidang praperadilan yang diajukan tersangka Hakim Agung Gazalba Saleh (GS), di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2023).

“Untuk mendukung dan memperkuat argumentasi jawaban atas gugatan permohonan praperadilan tersangka GS. Hari ini, Kamis (5/1/2023) Tim Biro Hukum KPK menghadirkan bukti di antaranya keterangan ahli pidana dari Universitas Airlangga (Unair) dan Universitas Islam Indonesia (UII),” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (5/1/2023).

Selain itu, kata Ali, ditambah dengan 111 bukti yang terdiri dari beberapa dokumen dan bukti eletronik termasuk juga bukti uang.

“Kami pastikan seluruh proses penyidikan perkara tersebut telah sesuai ketentuan hukum berlaku sehingga optimistis hakim akan tolak permohonan praperadilan dimaksud,” kata Ali.

Sebelumnya, KPK juga telah menyampaikan beberapa poin untuk menjawab praperadilan GS tersebut, di antaranya penetapan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) berdasarkan kecukupan alat bukti, yaitu berupa berbagai surat termasuk petunjuk komunikasi.

KPK juga menyatakan surat perintah penyidikan (sprindik) kepada tersangka GS dilakukan secara patut sesuai KUHAP.

Tim penyidik telah menyampaikan sprindik secara patut kepada tersangka GS sebanyak dua kali, yakni pada 2 November 2022 dikirimkan ke alamat kediaman tersangka sesuai dengan alamat yang tercantum dalam KTP.

Berikutnya, pada 11 November 2022 dikirimkan ke alamat rumah dinas jabatan tersangka dan diterima oleh seseorang yang ikut bertempat tinggal di rumah tersebut. Termasuk, juga dilakukan pengantaran langsung ke Gedung MA.

Selain itu, penahanan terhadap tersangka GS juga sebagai bagian dari proses penyidikan dan berpedoman pada Pasal 75 KUHP.

KPK telah menetapkan dan mengumumkan belasan orang sebagai tersangka dalam kasus ini yakni SD (Sudrajad Dimyati), Hakim Agung pada Mahkamah Agung; GS (Gazalba Saleh), Hakim Agung pada Mahkamah Agung; PN (Prasetyo Nugroho), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti pada Kamar Pidana MA dan Asisten Hakim Agung GS; RN (Redhy Novarisza), PNS Mahkamah Agung/staf; ETP (Elly Tri Pangestu) Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung; dan DY (Desy Yustria), PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung.

Selain itu, MH (Muhajir Habibie), PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung; NA (Nurmanto Akmal), PNS Mahkamah Agung; AB (Albasri), PNS Mahkamah Agung; YP (Yosep Parera), pengacara; ES (Eko Suparno), pengacara; HT (Heryanto Tanaka), swasta/debitur koperasi simpan pinjam ID (Intidana) dan IDKS (Ivan Dwi Kusuma Sujanto), swasta/debitur koperasi simpan pinjam ID (Intidana) dan Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo (EW).

Kasus ini diawali adanya gugatan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) ke Pengadilan Negeri Makassar yang diajukan oleh PT MHJ (Mulya Husada Jaya) sebagai pihak Pemohon dengan Yayasan Rumah Sakit SKM (Sandi Karsa Makassar) sebagai termohon.

Selama proses persidangan sampai dengan agenda pembacaan putusan, majelis hakim kemudian memutuskan Yayasan Rumah Sakit SKM dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.

Atas putusan tersebut, pihak Yayasan Rumah Sakit SKM lantas mengajukan upaya hukum kasasi ke MA yang salah satu isi permohonannya agar putusan di tingkat pertama ditolak dan memutus Yayasan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.

Sekitar Agustus 2022, agar proses kasasi ini dapat dikabulkan, diduga perwakilan dari Yayasan Rumah Sakit SKM yaitu Wahyudi Hardi selaku ketua yayasan melakukan pendekatan dan komunikasi intens dengan meminta MH dan AB selaku PNS pada MA untuk membantu dan memonitor serta mengawal proses kasasi tersebut yang diduga disertai adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang.

Sebagai tanda jadi kesepakatan, diduga ada pemberian sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp3,7 miliar kepada EW yang menjabat Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti MA yang diterima melalui MH dan AB sebagai perwakilan sekaligus orang kepercayaannya.

Untuk serah terima uang diduga dilakukan selama proses kasasi masih berlangsung di MA. Adapun pemberian sejumlah uang tersebut diduga untuk mempengaruhi isi putusan dan setelah uang diberikan maka putusan kasasi yang diinginkan Wahyudi Hardi dikabulkan dan isi putusan menyatakan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.

Atas perbuatannya, tersangka EW bersama-sama MH dan AB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a dan b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“KPK berkomitmen untuk menyelesaikan setiap pengembangan perkara, agar penegakkan hukum tindak pidana korupsi dapat dilakukan secara tuntas, efektif, dan efisien. Sehingga segera memberikan kepastian hukum bagi para pelakunya,” tutup Firli. (dam)

Exit mobile version