Pengakuan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Setara Institute: Pernyataan Jokowi Hanya Aksesori Politik

Terbelengu

ilustrasi terbelenggu Foto: dok INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Presiden Jokowi mengakui dan menyesali adanya pelanggaran HAM berat pada 12 peristiwa di masa lalu. Ungkapan Jokowi tersebut setelah menerima laporan kerja Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu yang dibentuk pada Agustus 2022.

Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua Setara Institute Hendardi dalam keterangan, Kamis (12/1/2023). Menurut dia, pernyataan tersebut bagian dari aksesori politik kepemimpinan Jokowi dalam memenuhi janji kampanye di 2014 lalu.

“Pernyataan tersebut hanya akan memberikan dampak politik bagi presiden, tetapi tidak memenuhi tuntutan keadilan sebagaimana digariskan UU 26/2000 Tentang Pengadilan HAM,” terangnya.

Sebab, dikatakan dia, tim hanya bekerja tidak lebih dari 5 bulan. Dengan komposisi anggota yang kontroversial dan metode kerja yang tidak jelas, mustahil bisa merekomendasikan terobosan penyelesaian pelanggaran HAM (PPHAM) berat secara berkeadilan.

“Tim ini hanya untuk memberikan legitimasi bagi Presiden Jokowi membagikan kompensasi kepada para korban tanpa proses rehabilitasi yang terbuka. Dan tanpa mengetahui siapa sesungguhnya pelaku-pelaku kejahatan itu,” katanya.

“Kami menyesalkan ketiadaan pengungkapan kebenaran secara spesifik siapa-siapa aktor di balik 12 kasus yang telah dianalisis oleh Tim PPHAM,” imbuhnya.

Sebelumnya, dikatakan dia, Kemenkopolhukam menyebut bahwa Tim PPHAM tidak mencari siapa yang salah. Tetapi lebih kepada menyantuni dan menangani korban untuk dilakukan pemulihan.

Fakta ini, lanjut dia, adalah dampak dari ketiadaan mandat pemenuhan hak atas kebenaran (right to the truth) sebagai dasar untuk menentukan apakah suatu peristiwa bisa dibawa ke proses peradilan HAM atau direkomendasikan diselesaikan melalui jalur non yudisial.

“Padahal pengungkapan kebenaran menjadi unsur yang sangat esensial dalam penuntasan pelanggaran HAM berat, sekalipun melalui mekanisme non-yudisial,” katanya.
(nas)

Exit mobile version