Mahfud MD Klaim Pemerintah Serius Lakukan Pemberantasan Korupsi, Ini Buktinya

Menkopolhukam-RI

Menko Polhukam Mahfud MD memberikan keterangan kepada wartawan, di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta. Foto: Humas Setkab/Jay

INDOPOS.CO.ID – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengklaim, pemerintah telah serius melakukan pemberantasan korupsi di Tanah Air.

Itu terbukti dengan menindak para koruptor. Baik dari kepala daerah hingga pejabat setingkat kementerian.

Pernyataan tersebut seraya merespons hasil Corruption Percepcion Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 turun empat poin menjadi 34, sebelumnya 38 pada tahun 2021.

Ia mengemukakan, dalam 3 tahun terakhir, pemberantasan korupsi oleh negara itu sudah optimal.

Seperti halnya Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan “amputasi” terhadap tangan pemerintah sendiri.

Banyak pejabat pemerintah telah ditangkap terduga kasus korupsi. Di antaranya kasus asuransi Jiwasraya, Asabri, hingga mengusut dugaan korupsi satelit Kementerian Pertahanan pada tahun 2015.

“Orang kementerian ditangkap, gubernur digelandang, bupati-bupati ditangkap, OTT. Pemerintah sudah bersungguh-sungguh dalam arti tindakan. Tapi, kalau administrasi birokrasi kita, ini sedang merintis,” kata Mahfuf MD di Jawa Timur dalam kanal YouTube Kemenko Polhukam RI, Jumat (3/2/2023).

Langkah pertama yang dilakukan memperbaiki sistem adminstrasi ialah menyiapkan instrumen hukum memungkinkan bekerja cepat dan mengontrol cepat.

“Oleh sebab itu, ada program digitalisasi pemerintaha. Namanya sistem pemerintahan berbasis elektronik. Ini segera disahkan presiden, agar korupsi, kolusi, pembayaran di bawah meja dan sebagai meja itu bisa ditangkal,” ujar Mahfud.

Menurutnya, anjloknya IPK bukan hanya terjadi karena melulu permasalahan korupsi melainkan masalah birokrasi perizinan yang ada.

“Secara umum turun empat (poin) karena yang dinilai bukan hanya korupsi tapi perizinan berusaha, itu orang berpendapat ini banyak kolusi mau investasi saja sulit,” nilainya.

Maka Omnibus Law dianggap menjadi solusi, sekaligus sebagai tindak lanjut atas permasalahan perizinan yang bertele-tele.

“Orang sudah punya izin di satu tempat lalu diberikan izin ke orang lain seperti itu, sehingga masalah ini masalah birokrasi perizinan dan kolusi dalam proses birokrasi itulah sebabnya pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Cipta Kerja,” ujarnya.

“Banyak juga proses perizinan di daerah tambang, perhutanan dan sebagainya itu banyak kolusinya. Kita tahu dan kita tangani, dan itu yang dirasakan oleh persepsi masyarakat internasional, kepastian,” tambahnya.(dan)

Exit mobile version