Penolakan RUU Kesehatan Bisa Hambat Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan

Penolakan RUU Kesehatan Bisa Hambat Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan - ruu kesehatan - www.indopos.co.id

Organisasi profesi dokter menggelar demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan di Jakarta. Foto: Istimewa

INDOPOS.CO.ID – Penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang dalam pembahasan oleh DPR dan pemerintah, dinilai justru berpotensi menghambat kebutuhan terhadap pelindungan hukum yang lebih kuat terhadap tenaga kesehatan.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril mengatakan, pasal-pasal terkait hukum yang dikhawatirkan para dokter dan tenaga kesehatan sudah ada di undang-undang yang berlaku saat ini.

Ia mempertanyakan mengapa tidak ada organisasi profesi dan individu, yang bersuara dan berinisiatif untuk memperbaikinya setelah berlaku hampir 20 tahun tersebut.

“DPR justru memulai inisiatif untuk memperbaiki undang-undang yang ada, sehingga pasal-pasal terkait pelindungan hukum ini menjadi lebih baik,” kata dr. Syahril dalam keterangannya diterima, Sabtu (13/5/2023).

Pemerintah pun mendukung upaya tersebug. Sementara menolak RUU akan mengembalikan pasal-pasal terkait hukum yang ada seperti dulu, yang sudah terbukti membuat banyak masalah hukum bagi para dokter dan nakes.

“Jadi, kalau memang kekhawatirannya masalah pelindungan hukum, kenapa tidak dari dulu sih organisasi profesi bergerak dan berinisiatif untuk mengubah?,” ucap Syahril.

Salah satu usulan peraturan dalam RUU yang dianggap bermasalah oleh organisasi profesi adalah situasi, bahwa dokter dapat digugat secara pidana atau perdata meskipun sudah menjalani sidang disiplin.

Padahal, aturan tersebut adalah aturan lama yang sudah berlaku di UU Praktik Kedokteran 29/2004 saat ini. Dalam pasal 66 ayat (1) UU Praktik Kedokteran 29/2004 tentang aduan terkait tindakan dokter.

Ketentuan itu menyebutkan setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan, atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis, kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

Lebih lanjut, ayat (3) menyatakan bahwa pengaduan tersebut tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

Menurut dr. Syahril, pasal-pasal tersebut masih dalam pembahasan oleh DPR dan pemerintah untuk dapat diperbaiki. (dan)

Exit mobile version