Sekretaris MA Dinonaktifkan usai Jadi Tersangka, Ini Kata Pakar Hukum

Sekretaris MA Dinonaktifkan usai Jadi Tersangka, Ini Kata Pakar Hukum - mahkamah agung - www.indopos.co.id

Ilustrasi gedung Mahkamah Agung. Foto: dokumen INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Mahkamah Agung (MA) bisa memberhentikan sementara (nonaktif) Hasbi Hasan dari jabatannya sebagai Sekretaris MA. Upaya ini sebagai tanggungjawab etika dan moral mengingat Hasbi Hasan berstatus tersangka kasus dugaan suap.

Pernyataan tersebut diungkapkan Pakar Hukum Adminitrasi Negara (HAN) Universitas Bengkulu Beni Kurnia Ilahi dalam keterangan, Kamis (8/6/2023). Ia mengatakan, tindakan sekretaris MA selaku pejabat publik merupakan bentuk perbuatan penyimpangan terhadap institusi peradilan.

Sehingga, dikatakan dia, tak hanya bisa dijerat dengan hukum, tetapi harus ada sanksi moral terhadap orang nomor satu di sekretariat MA tersebut. “Perbuatan dia ini sudah mencoreng institusi peradilan. Jadi bukan hanya penegakan hukum, tapi harus ada penegakan etika dan moral,” kata Beni.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No, 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) menyatakan ketika seorang PNS berstatus sebagai tersangka dan ditahan, aparat penegak hukum dapat mengintruksikan kepada pejabat pembina kepegawaian untuk memberhentikan sementara pejabat tersebut.

Selanjutnya, setelah keluar keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, tersangka dapat diberhentikan secara tidak hormat. “Dalam kasus ini yang dapat memberhentikan adalah ketua MA,” imbuh Beni.

Ia berharap Presiden Joko Widodo dapat memberikan rekomendasi kepada Ketua MA untuk menindak bawahannya yang tersangkut kasus korupsi. Presiden sebagai kepala pemerintahan punya wewenang karena institusi MA menjadi bagian yang menjalankan fungsi yudikatif di pemerintahan.

Apalagi selama ini, lanjut dia, institusi peradilan khususnya MA dan lembaga peradilan di level bawah telah menjadi sorotan masyarakat dan media. Sehingga perlu adanya sikap Presiden untuk memperbaiki citra lembaga peradilan di Tanah Air.

Hal yang sama diungkapkan peneliti pada Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman. Dia mengatakan, kasus yang menimpa Hasbi Hasan bukan pertama kali terjadi.

Menurut dia, penyimpangan juga pernah terjadi pada sejumlah hakim agung, sekretaris, dan sejumlah pegawai MA. Hal ini mengesankan adanya keterlibatan di semua level dengan berbagai posisi jabatan dalam kasus jual beli perkara. “Ini menunjukan telah terjadi kerusakan moral secara sistemik. Sudah seperti kanker yang menggerogoti tubuh MA,” kata Zaenur.

Dia menduga penyebab dari berulangnya kasus di internal MA disebabkan oleh faktor culture atau kebiasaan. Terjadinya kasus gratifikasi serta jual beli perkara menunjukan seakan menjadi budaya yang sudah berlangsung sejak lama.

“Karena sudah menjadi budaya, faktor pertama adalah merubah culture korup dari lembaga peradilan. Perlu perbaikin mendasar, perbaikan sistem pengawasannya, dan pengawasan internal Badan Pengawas (Bawas) MA, dan eksternal Komisi Yudisial (KY),” jelas Zaenur. (nas)

Exit mobile version