RJ Dikritik Komisi III DPR RI, Kejagung Pastikan Penerapan RJ Sesuai Prosedur

Fadil-Zumhana-2

JamPidum Fadil Zumhana Foto: Puspenkum Kejagung.

INDOPOS.CO.ID – Penerapan restorative justice (RJ) yang sering dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung (JamPidum Kejagung) telah menimbulkan kritik dari Anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP, Johan Budi. Johan menyatakan bahwa restorative justice sering dianggap sebagai upaya untuk mencapai penyelesaian kasus secara damai.

“Mengenai restorative justice, saya beberapa kali sosialisasi Undang-Undang yang salah satunya berkaitan dengan RJ. Bahkan di dapil saya di Jawa Timur, saya mengajak juga Kajarinya untuk mensosialisasikan RJ itu seperti apa sih. Karena saya takutnya, Pak Fadil, RJ itu bisa dianggap jalan untuk damai, bahayanya gitu,” katanya dalam keterangan yang dikutip pada Kamis (15/6/2023).

Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi ini mengajak para jaksa untuk melakukan sosialisasi mengenai penerapan restorative justice sesuai dengan kategori yang diatur dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020.

“Selanjutnya, saya mengajak staf Pak Fadil untuk melakukan sosialisasi tersebut kepada berbagai pihak, termasuk kepala desa, mahasiswa, dan beberapa organisasi masyarakat,” ujarnya.

Johan juga menekankan agar tidak ada yang memandang restorative justice sebagai solusi damai untuk semua kasus.

“Ini berkaitan dengan RJ tadi, jadi penting untuk tidak menganggap bahwa RJ adalah jalan damai yang dapat diterapkan pada semua kasus. Sebenarnya, RJ hanya berlaku untuk kasus-kasus tertentu sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan JA Nomor 15 Tahun 2020,” tambahnya.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JamPidum) Fadil Zumhana menolak anggapan bahwa restorative justice adalah tempat untuk bernegosiasi. Fadil dengan tegas menyatakan bahwa hal tersebut tidak pernah terjadi.

“Saya menegaskan bahwa anggapan bahwa RJ adalah tempat untuk bernegosiasi adalah tidak benar. Kami menolak anggapan tersebut,” ungkap Fadil.

Fadil menjelaskan bahwa hingga saat ini pihaknya belum pernah menerima protes dari masyarakat terkait penyidikan kasus yang dihentikan melalui restorative justice. Menurut Fadil, hal ini menunjukkan respon positif dari masyarakat.

“Hingga saat ini, tidak ada protes atau gugatan hukum yang diajukan oleh masyarakat terkait penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memberikan respons yang positif,” jelasnya.

Fadil menyatakan bahwa pihaknya selalu mengendalikan ribuan perkara. Oleh karena itu, Fadil memastikan bahwa keadilan restoratif telah sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 Tahun 2020.

“Dalam beberapa bulan terakhir hingga bulan Juni kemarin, kami telah menangani sebanyak 2.929 perkara yang selalu berada di bawah pengawasan Jampidum setiap harinya. Dengan demikian, kami yakin bahwa keadilan restoratif telah berjalan sesuai dengan Perja 15/2020 dan tidak ada tanggapan negatif dari masyarakat seperti keberatan atau praperadilan,” tutup Fadil. (fer)

Exit mobile version