Banyak Terlibat Konflik, Bamsoet: RUU Masyarakat Hukum Adat Harus Segera Dituntaskan

Banyak Terlibat Konflik, Bamsoet: RUU Masyarakat Hukum Adat Harus Segera Dituntaskan - bamsoet - www.indopos.co.id

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. (Nasuha/ INDOPOS.CO.ID)

INDOPOS.CO.ID – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong agar RUU (rancangan undang-undang) Masyarakat Hukum Adat agar segera diselesaikan DPR RI dan pemerintah. Dalam UUD NRI Tahun 1945 telah menegaskan pengakuan, penghormatan, dan perlindungan hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat.

Menurutnya, dalam pasal 18B ayat (2) menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

“Sekalipun konstitusi telah memberikan jaminan terhadap eksistensi masyarakat hukum adat, namun dalam realitanya

“Masyakarat adat masih dihadapkan pada berbagai persoalan untuk menjaga eksistensi beserta hak-hak asal-usul atau hak tradisional yang dimilikinya,” kata Bambang Soesatyo di Jakarta, Senin (7/8/2023).

Ia menyebut, hak-hak masyarakat adat tersebut mencakup hak atas sumber daya alam, perekonomian, kesejahteraan, serta hak untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan, populasi masyarakat adat di Indonesia diperkirakan mencapai 70 juta jiwa yang terbagi menjadi 2.371 komunitas adat. Mereka tersebar di 31 provinsi di Tanah Air.

Menurut dia, sebaran komunitas adat terbanyak berada di Kalimantan yang mencapai 772 komunitas adat, Sulawesi 664 komunitas adat, Sumatera 392 komunitas adat, Bali dan Nusa Tenggara 253 komunitas adat, Maluku 176 komunitas adat, Papua 59 komunitas adat dan Jawa 55 komunitas adat.

“Aliansi Masyarakat Adat melaporkan hingga saat ini masih banyak konflik yang melibatkan masyarakat adat,” katanya.

“Terutama terkait sengketa lahan seperti perkebunan, kehutanan, pembangunan, infrastruktur, hingga pertambangan. Sepanjang periode 2020-2021 saja, tercatat 53 konflik terkait perampasan wilayah adat, kekerasan, dan kriminalisasi yang melibatkan 140 ribu masyarakat adat menjadi korban,” imbuhnya.

Dia menerangkan, pada aspek legislasi, sekalipun saat ini undang-undang yang khusus tentang masyarakat hukum adat masih belum disahkan, namun paling tidak sejumlah langkah legislasi untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak masyarakat hukum adat telah dilakukan. Seperti undang-undang desa, undang-undang kehutanan, dan undang-undang terkait daerah pesisir, pertanahan dan lain sebagainya.

Bahkan, putusan Mahkamah Konstitusi seperti Putusan Nomor No. 35/PUU-X/2012 mengenai pengujian UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi rujukan dan dasar hukum bagi pemerintah, baik di pusat maupun daerah untuk mengambil kebijakan perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat adat.

“Karena itu, selain mendorong disahkannya RUU Masyarakat Hukum Adat, melalui Konferensi Internasional ini diharapkan juga mampu melahirkan berbagai pemikiran jernih mengenai implementasi pelaksanaan mandat konstitusional perlindungan hak masyarakat hukum adat,” tegasnya. (nas)

Exit mobile version