Rafael Alun Trisambodo Diduga Terlibat TPPU

rafael

Tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU), mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo. Foto: Instagram/@officialkpk

INDOPOS.CO.ID – Ketua Umum Perkumpulan Pengacara Pajak Indonesia (Perjakin) Petrus Loyani mengungkapkan, Rafael Alun Trisambodo, seorang mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan juga diduga terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga berasal dari hasil tindak korupsi. Rafael Alun bersama istrinya, Ernie Meike Torondek, didakwa oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus pencucian uang tersebut.

“Dalam dakwaan tersebut, Rafael Alun Trisambodo dan Ernie Meike Torondek didakwa bersama-sama melakukan pencucian uang sebesar Rp100 juta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi (suap dan/atau meras). Caranya adalah dengan membeli properti (aset riil) dan saham (aset finansial),” kata Petrus, kepada INDOPOS.CO.ID, Rabu (30/8/2023).

Menurutnya, pasti ada banyak pihak yang terlibat dalam memuluskan modus operandi TPPU.

“Pertanyaannya: jika modus TPPU nya bisa diungkap dengan gamblang yaitu dengan cara beli riil aset dan atau finansial aset, mengapa untuk tindak pidana asal (core crimenya, yaitu korupsinya) tidak sekalian diungkap bersama siapa dia melakukannya,” ujar Petrus.

Dia menjelaskan dalam tindak pidana pajak, umumnya terjadi suap atau gratifikasi oleh Wajib Pajak dengan tujuan untuk mengurangi jumlah utang pajak yang harus dibayarkan.

“Keputusan untuk mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang menentukan apakah ada utang pajak yang kurang bayar, lebih bayar, atau bahkan nihil, tidak mungkin diambil oleh pegawai pajak golongan III A atau B, atau tingkat AR, tetapi setidaknya harus melibatkan Kepala Kantor Pajak, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kakanwil DJP), Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. Bahkan dalam beberapa kasus, pengurangan jumlah utang pajak dalam jumlah tertentu dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak sendiri,” terangnya.

Petrus menambahkan, dengan kata lain keputusan menerbitkan SKP dengan nominal sesuai kesepakatan Fiskus dan wajib pajak mustahil bisa dilakukan pemeriksa sendiri seperti pegawai pajak sekelas Rafael pada waktu itu.

“Tercokoknya RAT demi hukum alias demi prinsip equality before the law dan juga demi prinsip legal justice dan legal fairnes seharusnya mencokok pula struktur diatasnya,” pungkasnya. (fer)

Exit mobile version