BKKBN Perkuat Pendampingan Calon Pengantin dan Keluarga Berisiko Stunting di Timur Indonesia

bkkbn

Peserta kegiatan Workshop Pendampingan Calon Pengantin dan Keluarga Berisiko Stunting bagi Mentor Tim Pendamping Keluarga di Hotel Astoria Lombok (29/10/2023)// humas BKKBN for indopos.co.id

INDOPOS.CO.ID – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus memperkuat pendampingan bagi calon pengantin dan kekuarga berisiko stunting. Workshop Pendampingan Calon Pengantin dan Keluarga Berisiko Stunting bagi Mentor Tim Pendamping Keluarga berlangsung selama 8 hari sejak 29 Oktober – 5 November 2023 mendatang.

“Ini adalah upaya taktis yang menyentuh _grass root_ pada tatanan lini lapangan agar dapat berjalan dengan baik. Tentu perlu ada sarana yang mampu menyampaikan pada tingkat lini lapangan, salah satu instrumen penting adalah para mentor yang memberikan edukasi dan pendampingan kepada TPK (Tim Pendamping Keluarga) sejumlah 600ribu di Indonesia. Inilah yang menjadi penting untuk meng-orkestrasi kegiatan pada level lini lapangan,” ujar Sekretaris utama (Sestama) BKKBN Tavip Agus Rayanto, yang hadir secara daring dalam malam pembukaan workshop di Hotel Astoria Lombok, Minggu (29/10/2023).

Workshop tersebut menyasar mitra-mitra lini lapangan sebagai mentor tim pendamping keluarga agar tercipta konvergensi percepatan penurunan stunting di lini lapangan. Peserta dalam workshop tersebut berasal dari regional timur yaitu NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Tavip menyebutkan, fase kehidupan dari sebelum menikah, hamil, kemudian pasca salin, menjadi fase yang penting dalam penanganan stunting.

“Data calon pengantin di semua provinsi dapat dengan mudah didapatkan, setiap daerah bisa memproyeksikan. Kemudian dari data yang ada, dapat dilakukan deteksi awal menggunakan ELSIMIL (Elektronik Siap Nikah dan Siap Hamil) untuk mengetahui status kesehatan calon pengantin,” terangnya.

Menurut Tavip, TPK bisa fokus untuk mendampingi calon pengantin dengan status kesehatan yang belum baik, hal tersebut penting karena 80 persen calon pengantin ketika sudah menikah langsung hamil.

“Dengan adanya deteksi awal, maka dapat mencegah calon bayi-bayi stunting baru. Disini kita berikan intervensi sampai calon ibu siap hamil dengan sehat. Karena kalau anak sudah terlanjur lebih dari usia 2 tahun, maka intervensinya menjadi lebih sulit untuk mengoreksi ke kondisi normal,” kata Tavip.

Menyinggung RAN Pasti (Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting), yang merupakan penjabaran dari Perpres 72 tahun 2021, Tavip mengatakan agar daerah tinggal mengikutinya saja.

“Tujuan memuat aturan secara rinci adalah agar pemerintah daerah maupun _stakeholder_ di daerah tinggal melaksanakan dan tidak perlu membuat rencana aksi daerah, agar waktunya lebih efektif untuk implementasi langsung penanganan stunting. Memang kalau kita bicara waktu, untuk mewujudkan angka stunting 14 persen sisanya tidak lebih dari satu setengah tahun efektif,” ucap Tavip.

“Untuk intervensi stunting, BKKBN memiliki sumber data PK (Pendataan Keluarga) yang _update_ setiap tahun. Di situlah muncul data Keluarga Berisiko Stunting, dengan berbagai indikator, maka kita bisa fokus identifikasi secara akurat, kemudian intervensi dengan melakukan pendampingan sesuai faktor risikonya,” ajak Tavip.

Masih dalam rangkaian acara yang sama, diluncurkan _platform Youtube Channel_ “Siap Nikah” sebagai media edukasi dan penyebarluasan materi perencanaan keluarga kepada sasaran yaitu calon pengantin, Pasangan Usia Subur (PUS), dan lainnya.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Nusa Tenggara Barat, Lalu Makripudin, menyebutkan bahwa kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bisa _by design_ dan bukanlah takdir, melainkan dapat diusahakan untuk ditingkatkan.

“Anggapan yang keliru bahwa stunting itu takdir, padahal kita bisa cegah stunting. Itulah yang namanya kualitas SDM bisa kita design, tentunya dengan intervensi,” katanya.

“Ketika TPK di lapangan mengalami kesulitan pendampingan, diharapkan peserta disini akan bisa memberikan pembinaan kepada TPK di lapangan, karena kita sangat menggantungkan harapan kepada TPK di lapangan. Merekalah yang melihat langsung kondisi keluarga risiko stunting, jika ini berhasil maka InsyaAllah angka stunting akan berhasil diturunkan sesuai target 14 persen,” sambung Lalu.

Dia mengatakan, Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di NTB memiliki jargon “GASPOL” yang merupakan akronim dari gerakan atasi stunting secara profesional melalui organisasi dan langsung melayani.

“Semoga dari _workshop_ ini akan dihasilkan terobosan-terobosan, dan bertambah ilmu pengetahuan, sehingga memperkuat TPK di lapangan,” harap Lalu. (ney)

Exit mobile version