Mahasiswa Suarakan Penolakan Praktik Politik Dinasti

Mahasiswa Suarakan Penolakan Praktik Politik Dinasti - sidang MKMK ip - www.indopos.co.id

Ilustrasi sidang MKMK. Foto: dokumen INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Aksi protes mahasiswa meluas pascaputra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi Calon Wakil Presiden (Cawapres) mendampingi Prabowo Subianto. Majunya Gibran dimungkinkan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan jalan melalui putusan MK No 90.

“Presiden Jokowi diduga keras menggunakan pengaruhnya untuk mempengaruhi putusan MK,” kata Wakil Ketua BEM Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Hafizh Mohammad Ismi Prakoso dalam keterangan, Selasa (21/11/2023).

“Apalagi terbukti putusan Majelis Kehormatan MK memvonis ada pelanggaran etika yang serius hingga dipecatnya jabatan Ketua MK Anwar Usman,” tandasnya.

Hal yang sama diungkapkan Ketua BEM Universitas Islam Negeri (UIN) Surabaya Abdul Adim. Dia mengatakan, menolak keras adanya permainan atau intrik yang dilakukan oknum yang memiliki kekuasaan dengan cara mengakali konstitusi.

“Ini bukan hanya persoalan politik dinasti semata, namun putusan MK 90 yang pada prosesnya oleh MKMK diputuskan ada pelanggaran etik sudah menciderai demokrasi,” tuturnya .

Dia juga menyayangkan, karpet merah yang diberikan kepada Gibran Rakabuming Raka untuk berkontestasi di pemilu 2024 dilakukan dengan cara yang tidak etis. “Dengan memanfaatkan privelege nya, sangat disayangkan jika majunya Gibran terbukti cacat etika,” katanya.

Sementara itu, Pengamat Politik Ray Rangkuti mengatakan, kategori dinasti politik pernah diatur dalam undang-undang nomor 8 tahun 2015 yang akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK)

“Dinasti politik ini dulu pernah diatur dalam undang-undang nomor 8 tahun 2015, disitu disebutkan bahwa dinasti politik itu haram hukumnya,” ungkap Ray Rangkuti, dalam tayangan diskusi di TikTok.

Lebih lanjut Ray Rangkuti menjelaskan, yang disebut dinasti politik dalam undang-undang nomor 8 tahun 2015 adalah memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, anak, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar.

Tidak hanya itu, lanjut Ray Rangkuti, syarat lain dikatakan dinasti politik apabila salah satu dari cabang keluarga tersebut sedang menjabat di jabatan yang bersifat elected official baik Gubernur, Bupati, atau Walikota.

“Oleh karena itu, apa yang dipraktikkan oleh pak Jokowi sekarang ini per definisi ini adalah contoh paling sempurna dari apa yang disebut dinasti politik itu,” tegasnya.

Ia menambahkan, meskipun UU nomor 8 tahun 2015 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), namun secara ide dan moral kategori dinasti politik pernah diatur karena dinasti politik tidak ada untungnya bagi bangsa ini.

“Jika ada yang mengatakan dinasti politik untuk kepentingan bangsa dan negara itu omong kosong, tidak ada buktinya secara faktual. Yang jelas dinasti politik itu hanya akan membawa kepentingan keluarganya,” ujarnya. (nas)

Exit mobile version