INDOPOS.CO.ID – PT VE Tbk terpaksa dipolisikan oleh warga karena diduga telah menyerobot lahan milik warga oleh perusahaan yang memproduksi kabel listrik tersebut.
Lahan warga yang diduga diserobot itu terletak di Desa Limusnunggal, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Laporan itu dilayangkan oleh pemilik tanah bernama Julianti Pandji melalui penasehat hukumnya ke Polres Bogor dengan nomor: SP/2046/XI/2023/Reskrim, tanggal 13 November 2023.
Andriyansah Harahap dan Zulvahriz Harahap selaku kuasa hukum Julianti Pandji mengungkapkan PT VE diduga melakukan tindak pidana penguasaan tanah tanpa seijin yang berhak atau kuasanya yang sah dan atau menyuruh memasukan keterangan tidak benar kedalam akta otentik.
“Sesuai dalam pasal 6 ayat 1 UU nomor 51 tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang sah dan atau pasal 266 KUHPidana yang diketahui terjadi pada tanggal 31 Oktober 2018 di Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor yang erat kaitannya dengan SHGB Nomor 445 dan SHGB Nomor 6192 /Limusnunggal atas nama PT Voksel Electric,” ungkapnya kepada wartawan,Kamis (14/12/2023).
Mirisnya kasus dugaan tindak pidana penyerobotan lahan oleh PT VE itu dilakukan hingga dua kali mengalami perubahan, yakni hasil pengukuran ulang untuk pengembalian batas yang dilakukan oleh BPN Kabupaten Bogor pada 13 September tahun 2005 dari luas 27 000 M² sesuai sertifikat Hak Milik No. 95, luasnya berkurang menjadi 25.974 M².
“Pihak BPN sudah mengetahui bahwa lahan milik Julianti Pandji terambil oleh pihak PT Voksel seluas 3 757 M². Alih-alih melakukan revisi terhadap hilangnya luas tanah Julianti Pandji, pihak BPN pada tanggal 16 Juni 2010 kembali menerbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan No. 6192/Cilimusnunggal surat ukur tanggal 03-05-2010 No. 32/Cilimusnunggal/2010 seluas 6.444 M2 atas nama PT. Voksel Electric,” terangnya.
Ia menjelaskan pihaknya telah dirugikan oleh perusahaan. Pasalnya, penguasaan atau penyerobotan tanah ini sudah terjadi hampir 18 tahun, dari mulai tahun 2005 hingga 2023 sekarang. Ia mengklaim, lahan kliennya berstatus sertifikat hak milik dan merasa tidak pernah menyerahkan atau melakukan transaksi jual beli dengan pihak PT Poksel Electric.
“Klien kami telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Cibinong atas dugaan penyerobotan lahan seluas 6.444 M²,” cetusnya.
Ia menuturkan pada tahun 1977 pihak Julianti Pandji telah membeli sebidang tanah darat hak milik adat nomor persil 460 kelas D-III Kohir No. 1086 seluas 27.000 M² di Desa Limusnunggal Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor.
Hak atas tanah tersebut oleh Julianti Pandji selanjutnya didaftarkan ke BPN Kabupaten Bogor untuk dibuatkan Sertifikat Hak Milik (SHM) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Pada tanggal 29 September 1977 pihak BPN Kabupaten Bogor dalam hal ini sebagai yang menerbitkan surat tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Pandji Julianti dengan nomor 95 Limusnunggal gambar situasi tanggal 29-08-1977 No. 6496/1977 seluas 27.000 M²,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia memaparkan karena adanya perkembangan pembangunan di sekitar tanah milik Julianti Pandji, bahkan penunjuk batas-batas tanah milik penggugat mulai hilang.
Lantaran khawatir luas tanah miliknya sudah tidak sesuai lagi. Maka pada tahun 2005 Julianti Pandji memohon kepada BPN Kabupaten Bogor agar dilakukan pengukuran ulang untuk pengembalian batas atas tanah miliknya.
“Berdasarkan Surat Keterangan yang diterbitkan oleh BPN Kabupaten Bogor No. 600-4252 tertanggal 13-09-2005 perihal pengembalian batas menjelaskan setelah dilakukan pengukuran ulang untuk mengembalian batas dan penelitian pada data SHM nomor 95/Limusnunggal PT. VE seluas 3.757 M² dan Luas bidang tanah/fisik luas 3.590 M²,” tuturnya.
Ia mengungkapkan sekitar tahun 2010 di atas tanah milik Julianti Pandji pada bagian selatan berdiri tembok yang menjadi pembatas tanah. Tembok tersebut dibangun oleh PT VE.
Tembok pembatas yang dibangun oleh PT VE tersebut posisinya masih di dalam tanah milik penggugat. “Pihak PT Voksel Electric membuat tembok pembatas atas dasar bukti kepemilikan Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 6192/Limusnunggal Surat Ukur tanggal 03-05-2010 No. 32/ Limusnunggal/2010 seluas 6.444 M2 atas nama PT. Voksel Electrik, yang diterbitkan oleh BPN Kabupaten Bogor tertanggal 16 Juni 2010,” jelasnya.
Karena tidak terima adanya bangunan tembok perusahaan dilahan miliknya, PT Voksel Electric pada tahun 2011 memohon kepada BPN Kabupaten Bogor untuk melakukan pengukuran ulang atas tanah yang terdaftar dalam SHM No. 95/Limusnunggal Gambar Situasi tanggal 29-08-1977 No. 6496/1977 seluas 27.000 M².
“Pihak BPN melalui berita acara penelitian No. 519/BA/XII/SPP/2011 tertanggal 28 Desember 2011, menerangkan bahwa Sertipikat Hak Milik No. 95/Limusnunggal Gambar Situasi No. 3923/1977 seluas 27.000 M2 atas nama Julianti Pandji terjadi perubahan luas menjadi 22.334 M². Bahkan pihak BPN menarik/mengambil Sertipikat Hak Milik nomor 95/Limusnunggal Gambar Situasi tanggal 29-08-1977 No. 6496/1977 seluas 27.000 M2 yang diterbitkan tanggal 22 November 1977 dan selanjutnya BPN menerbitkan SHM No. 95/Limusnunggal surat ukur tanggal 11-01-2012 No. 6/Limusnunggal/2012 seluas 22.334 M2 atas nama Penggugat tertanggal 03-02-2012,” paparnya.
Ia menduga adanya perubahan atau berkurangnya luas tanah milik Julianti Pandji ini merupakan rekayasa dari pihak BPN dan pihak PT VE. Padahal, berdasarkan ketentuan yang berlaku, salah satu syarat untuk memperoleh hak guna bangunan adalah bukti perolehan hak atau alas hak. Bahwa bukti perolehan hak atau alas hak untuk memperoleh hak guna bangunan tersebut jelas cacat hukum, karena penggugat sama sekali tidak pernah menjual atau melepaskan hak atas tanah sengketa kepada PT Voksel Electric.
“Penyerobotan tanah yang dilakukan oleh PT. Voksel Electrik, Tbk merupakan perbuatan melawan hukum, yang oleh karenanya sudah secara hukum menyatakan sertifikat hak guna bangunan No. 6192/Cilimusnunggal Surat Ukur tanggal 03-05-2010 No. 32/Limusnunggal/2010 seluas 6.444 M2 atas nama PT. Voksel Electrik tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ungkapnya.
Terpisah, Kasi pemerintahan Desa Limusnunggal Iyan Sofyan kepada wartawan mengatakan, berdasarkan pembukuan surat yang ada di pemerintahan Desa Limusnunggal pemilik tanah Julianti Pandji belanja tanah dari saudara Rumih Alif dengan nomor girik C 1086 dan nomor persil 460. Selanjutnya pada tahun 1977 oleh pemilik tanah status surat dinaikan menjadi SHM.
“Secara historis pembelanjaan Pandji Julianti sudah sangat jelas. Beliau membeli tanah dari Rumih Alif pada tanggal 8 Desember 1974 dengan surat masih dalam bentuk girik. Sesuai data yang ada di Desa Limusnunggal pada tahun 1977 oleh pemilik tanah statusnya dinaikan menjadi sertifikat,” jelas Iyan.
Felix selaku perwakilan dari PT VE mengatakan bahwa kasus sengketa tanah antara pihak Pandji Julianti dengan perusahaan sedang dalam proses mediasi di Pengadil Negeri Cibinong. “Kami dari pihak perusahaan dengan tim kuasa Pandji Julianti sudah melakukan mediasi sidang pertama di Pengadilan Negeri Cibinong. Nanti selanjutnya ada sidang mediasi lagi tahun 2024. Terkait laporan ke Polres Bogor sampai saat ini kami dari pihak perusahaan belum ada pemberitahuan,” kata Felix.
Sementara kepala BPN Kabupaten Bogor Timur Uunk Din Parunggi yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp terkait kasus dugaan penyerobotan lahan milik warga oleh PT VE, dan adanya tudingan pengurangan luas lahan usai dilakukan pengukuran oleh BPN hingga kini belum membalas pesan yang dikirimkan oleh indopos.co.id meski pesan yang dikirimkan sudah dibaca dengan dua tanda centang biru. Demikian pula, saat ditelepon meski dengan nada sembung berdering namun Uunk juga belum merespon. (yas)