Pengamat: Ordal Itu Benalu yang Mematikan Meritokrasi

suap

Ilustrasi KKN. Foto: istimewa

INDOPOS.CO.ID – Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, A Bakir Ihsan menilai keberadaan ‘orang dalam’ dalam sistem politik dan kehidupan bernegara ibarat benalu. ‘Orang dalam’ (Ordal) akan mematikan meritokrasi dengan tidak memberikan kesamaan dan kesetaraan.

“Orang dalam itu benalu yang bisa membunuh meritokrasi. Meritokrasi tidak mengenal orang dalam atau orang luar. Ia tegak lurus dengan menempatkan kapasitas, kualitas, kapabilitas, dan integritas sebagai standar baku untuk terbangunnya sistem dalam beragam ranahnya, terlebih dalam sistem demokrasi,” terang A Bakir Ihsan kepada wartawan, Kamis (14/12/2023).

“Meritokrasi tegak apabila demokrasi betul-betul menempatkan equality sebagai pijakannya. Orang dalam menyebabkan equality mati,” tambahnya.

Selain itu, lanjut dia, salah satu dampak buruk dari kuatnya ‘orang dalam’ dalam sistem politik adalah maraknya kasus korupsi. “Karena orang dalam itu bentuk deviasi dari sistem yang seharusnya, sebagaimana korupsi bentuk penyimpangan dari mekanisme yang seharusnya. Mereka adalah sisi gelap birokrasi,” tegasnya.

Hal yang diungkapkan peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz. Ia menilai nepotisme dan keberadaan ‘orang dalam’ akan mengganggu demokrasi. “Tentu dalam demokrasi semua memiliki kesempatan yang setara. Ini tentu harus jadi nilai yang dipegang tiap pejabat publik sebagai “forbearance” atau penahan nafsu dalam menjaga demokrasi. Termasuk juga nepotisme dan fenomena ordal,” terang Kahfi.

Menurutnya, meskipun tidak ada peraturan rigid soal orang dalam, nilai demokrasi harus tetap dipegang teguh, terutama memegang semangat meritokrasi. Keberadaan ordal juga menjadi rintangan dalam upaya pemberantasan korupsi.

“Bila ada nepotisme dalam rekrutmen politik, apalagi sampai memperalat hukum, maka muncul tindakan favoritisme yang berujung pada tindakan nepotisme,” katanya.

“Ini juga akan jadi rintangan bagi upaya pemberantasan korupsi. Sebab, tindakan korupsi mengikut dengannya juga kolusi dan nepotisme. Ini juga jadi alasan utama mengapa reformasi menghendaki hilangnya KKN,” imbuhnya. (nas)

Exit mobile version