INDOPOS.CO.ID – Rencana presiden terpilih 2024 Prabowo Subianto membentuk 41 Kementerian dalam kabinetnya dinilai sebagai pemborosan uang negara.
Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menegaskan, dengan kementerian sbanyak itu, maka dipastikan akan terjadi tumpang tindih kebijakan.
“Kementerian ini bukan lagi gemuk tapi super gemuk, kebanyakan atau kementerian yang gemoy. Ini jelas akan menghamburkan uang negara,” cetus Uchok mengawali komentarnya kepada Indopos.co.id, Jumat (10/5/2024).
Dengan kebijakan yang saljng tumpang tindih ini, kata Uchok, kementerian bukannya makin gesit, malah akan bekerja lebih lambat dalam melayani masyarakat.
“Kementerian yang gemoy inisendiri, maka kementerian, biasanya kinerja kaya keong cendurung kerjanya lambat, dan jauh dari rakyat,” ucapnya.
Tidak hanya itu lanjut pria yang kritis terhadap kebijakan negara ini, jumlah kementerian yang melonjak dari 34 di Kaninet Jokowi ke 41 ke Kabinet Prabowo, maka akan menambah peluang terjadinya korupsi.
“Saya duga ini akan menjadi ladang korupsi baru. Di kementerian Jokowi saja banyak menteri dan pejabat yang korupsi, apalagi nanti yang lebih banyak,” tegasnya.
“Jadi saya sarankan wacana itu dipikirkan ulang. Jangan cuma mau memuaskan nafsu para teman partai Koalisi atau relawan pemenangnya, maka negara atau rakyat menjadi yang dirugikan,” pungkasnya menambahkan.
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari juga menerangkan, penambahan kementerian akan berimplikasi pada pembentukan undang-undang baru dan penambahan beragam aturan terkait tugas pokok, fungsi dan kewenangan kementerian yang baru.
“Jadi betapa banyaknya pemubaziran yang terjadi kalau kemudian kita mengubah Undang-Undang,” katanya saat ditemui di Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa, belum lama ini.
Feri menggambarkan, jika kementerian baru ditambah, implikasi terhadap penggunaan anggaran negara harus ditambah.
Sebab, kementerian akan membutuhkan kantor-kantor wilayah yang baru di setidaknya 38 provinsi di Indonesia Selain itu, operasional lembaga tingkat kementerian tidak murah, menambah kementerian yang baru artinya menyiapkan sumber daya baik di bidang pegawai maupun untuk pembangunan infrastruktur.
Oleh karena itu, dia menilai nomenklatur kementerian yang sudah ada saat ini yaitu 34 kementerian sudah sesuai dengan batas maksimal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008.
“Saya tidak pernah mendengar satu pun setelah Undang-Undang 39 Tahun 2008 ada kekuarangan menteri ampai hari ini. Yang kurang adalah hasrat kepentingan membagi-bagi kekuasaan,” tandasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman pun tidak memungkiri ada wacana menambah jumlah kementerian dari saat ini yang berjumlah 34 menjadi 41 kementerian.
Menurut Habiburokhman, dalam konteks Indonesia, semakin banyak jumlah kementerian justru baik bagi pemerintahan dan pelayanan publik karena Indonesia merupakan negara besar yang memiliki target sekaligus tantangan yang besar untuk meraihnya.
”Jadi, wajar kalau kami perlu mengumpulkan banyak orang (untuk) berkumpul di dalam pemerintahan sehingga menjadi besar,” ujarnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/5/2024). (dil)