Kritik Kepada Presiden, BRIN: Jangan Dianggap Angin Lalu

brin

Ilustrasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Foto: istimewa

INDOPOS.CO.ID – Peneliti Senior Politik BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), Prof Lili Romli mengatakan, kritik penyelenggaraan pemilu termasuk sikap Presiden yang cenderung mengintervensi, jangan dianggap sebagai angin lalu.

“Presiden harus benar-benar berlaku adil, tidak boleh memihak dan diskriminatif.” kata Prof Lili, Rabu (17/01/2024) kemarin.

Keprihatinan akan situasi penyelenggaraan pemilu yang jauh dari Jurdil, kental akan intervensi disoroti oleh sejumlah tokoh nasional dan agama, yang tergabung dengan nama Gerakan Nurani Bangsa (GNB).

Mereka di antaranya Sinta Nuriyah, istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Alissa Wahid (putri sulung Gus Dur), mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Romo Ignatius Kardinal Suharyo, Pendeta Gomar Gultom, filsuf dan astronomer Karlina Rohima Supelli, hingga cendekiawan muslim Quraish Shihab.

“ Saya kira, bisa mewakili keprihatinan publik terhadap penyelenggaraan pemilu sekarang, yang ditengarai ada intervensi presiden. Keprihatinan itu perlu direspon oleh presiden, jangan sampai dianggap angin lalu saja,” sebut Lili.

Tokoh dan masyarakat tidak diam, karena itu Presiden juga diminta peka dan mendengar. “Dengan adanya pernyataan, berarti memang sedang ada tanda-tanda bahwa presiden sudah tidak netral lagi. Pernyataan itu juga menjadi warning bagi presiden agar jangan cawe-cawe dalam pilpres ini,” tegas Prof Lili.

Mereka menyampaikan 5 Amanat Ciganjur yang antara lain menyatakan: Pemilu 2024 harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagai perwujudan dari nilai ketuhanan, sekaligus sebagai sarana membentuk pemerintahan dan pengelolaan negara yang mengutamakan kesejahteraan rakyat, kemakmuran, dan kemaslahatan bersama.

Para tokoh juga menyampaikan bahwa Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia sebagai pemimpin pada cabang kekuasaan eksekutif diamanatkan dan diwajibkan berlaku adil dan menjadikan kemaslahatan publik sebagai kebajikan tertinggi. Begitu pula untuk para pemimpin pada cabang kekuasaan legislatif dan yudikatif. (nas)

Exit mobile version