Soal Perbedaan Awal Puasa Tahun, Ini Penjelasan BRIN

brin

Ilustrasi rukyat hilal Foto: dokumen INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Guru Besar Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin mengatakan, potensi perbedaan awal puasa sangat mungkin terjadi. Dari tulisan yang dia buat 10 Juli 2023 lalu, 1 Ramadan jatuh pada 12 Maret.

’’Pada saat magrib 10 Maret, posisi bulan di Indonesia hanya sekitar 1 derajat atau kurang,’’ ungkap Thomas Djamaluddin dalam keterangan, Minggu (21/1/2024).

Dengan posisi tersebut, menurut dia, belum memenuhi kriteria yang ditetapkan MABIMS. Selama ini kriteria yang diadopsi pemerintah Indonesia adalah tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi geosentrik minimal 6,4 derajat.

Dia menyebut, selama tinggi hilal sudah di atas kriteria itu, hilal bisa dilihat atau dirukyat. ’’Asal sudah di atas kriteria, biasanya ada yang mengaku melihat hilal dan bisa diterima di sidang isbat,’’ katanya.

Tetapi, lanjut dia, ketika hilal masih di bawah kriteria MABIMS apalagi di bawah 1 derajat, sulit dilihat atau dirukyat. Sehingga nanti saat sidang isbat Kementerian Agama, tidak ada yang melapor berhasil melihat hilal.

Lebih jauh ia mengungkapkan, untuk Idul Fitri kemungkinan akan serentak. ’’Insya Allah Idul Fitri serentak 10 April,’’ ucapnya.

Diketahui, merujuk hasil hisab Muhammadiyah, tinggi hilal pada 9 April (29 Ramadan) mencapai 6 derajat lebih. Dengan ketinggian seperti itu, hilal dengan mudah untuk dilihat. Sehingga Lebaran versi Muhammadiyah maupun pemerintah dan NU nanti jatuh pada 10 April.

Sebelumnya, awal puasa (1 Ramadan 1445 H) Muhammadiyah jatuh pada Senin, 11 Maret. Sedangkan pemerintah dan NU diperkirakan mengawali puasa pada 12 Maret. Tahun ini hampir dipastikan umat Islam akan mengawali puasa (1 Ramadan 1445 H) tidak serentak. (nas)

Exit mobile version