BRIN Targetkan Penemuan 50 Taksa Baru di 2024

BRIN Targetkan Penemuan 50 Taksa Baru di 2024 - pohon 1 - www.indopos.co.id

Ilustrasi keanekaragaman hayati di Indonesia (BRIN untuk INDOPOS.CO.ID)

INDOPOS.CO.IDPada 2023 lalu, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil menemukan 49 taksa baru. Penemuan fauna mendominasi dengan jumlah 1 marga, 38 spesies, dan 2 subspesies. Sisanya adalah flora 7 spesies, dan mikroorganisme 1 spesies.

Kepala Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Bayu Adjie mengatakan, bahwa penemuan 49 taksa baru di 2023 lalu, memastikan Indonesia sebagai “surga” bagi penelitian biodiversitas. Pengungkapan biodiversitas Nusantara, khususnya melalui penemuan spesies baru tersebut menjadi salah satu prioritas utama BRIN.

Meskipun, menurut dia, hanya sebagian kecil dari cakupan riset biosistematika dan evolusi, penemuan jenis baru memiliki dampak besar dalam asesmen biodiversitas serta menarik perhatian publik dan media massa.

“Kami memiliki target jumlah penemuan taksa baru di setiap tahunnya. Tahun 2024 ini, BRIN menargetkan penemuan 50 jenis baru, termasuk dari hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme,” ungkap Bayu Adjie dalam keterangan, Selasa (27/2/2024).

Ia mengatakan, untuk mendukung upaya tersebut berbagai skema pendanaan diluncurkan, seperti Rumah Program dan Riset dan Inovasi Indonesia Maju (RIIM) Ekspedisi. “Kami saat ini sedang mempersiapkan RIIM Invitasi Strategis Ekspedisi Biodiversitas Terestrial yang akan difokuskan di pulau Kalimantan,” katanya.

Menurut Bayu, sekitar 96 persen dari spesies baru yang ditemukan merupakan spesimen asal Indonesia. Ini terjadi karena fokus penelitian yang kuat pada spesies-spesies di Indonesia, yang terkenal dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya yang luar biasa.

“Meskipun sudah dieksplorasi sejak zaman kolonial, masih banyak yang belum terungkap di negeri ini. Karena luasnya wilayah Indonesia dengan beragam ekosistem yang menjadi tempat penelitian biodiversitas,” terangnya.

Lebih jauh, Bayu menjelaskan bahwa Indonesia demikian luas, terestrial maupun akuatik. Dengan demikian banyak tipe ekosistem, pulau-pulau, menjadi surga bagi penelitian biodiversitas.

Menurutnya, negara-negara maju, rata-rata memiliki keanekaragaman hayati yang relatif rendah. Dengan SDM periset, anggaran dan infrastruktur yang maju bisa dianggap riset biodiversitas selesai di negaranya. Sehingga mereka mengincar negara-negara dengan biodiversitas tinggi yang kebanyakan adalah negara berkembang untuk bekerja sama dalam riset biodiversitas.

“BRIN menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri, seperti lembaga riset, universitas, dan NGO. Kolaborasi menjadi kunci untuk mengatasi kendala-kendala seperti SDM, anggaran, dan infrastruktur dalam riset biodiversitas,” jelasnya.

Setelah penemuan taksa tersebut, masih ujar Bayu, dilakukan langkah identifikasi dan studi lebih lanjut terhadap spesies baru tersebut. Hal ini meliputi studi biologinya, pemanfaatan atau bioprospeksi, serta upaya konservasi jika diperlukan.

“Penemuan jenis baru membuka potensi baru dalam pemahaman kita akan keanekaragaman hayati dan mendesak perlunya perlindungan dan pelestarian spesies-spesies tersebut mengingat berbagai ancaman yang mereka hadapi,” ujarnya. (nas)

Exit mobile version