Berpacu Turunkan Angka Stunting, Cara Kabupaten-Kota Ini Perlu Ditiru

anak-stunting-2

ilustrasi mengukur lingkar kepala anak stunting/dok BKKBN for Indopos.co.id

INDOPOS.CO.ID – Melalui Perpres 72 tahun 2021, pemerintah menargerkan penurunan angka stunting 14 persen 2024 ini. Sebelumnya angka stunting skala nasional bertengger di posiai 21.6 persen pada 2022 lalu. Dalam kegiatan Praktik Baik Audit Kasus Stunting Indonesia (Aksi Pasti) seri 1/ 2024 ini ada dua kabupaten/kota yang berhasil menurunkan prevalensi stunting secara signifikan.

Adalah Kota Bontang, Provinsi Kalimantan Timur, dengan prevalensi stunting sebesar 19,6% di 2023 dari 26,3 persen di 2021, dengan target 11% pada 2024. Sedangkan Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, berhasil menurunkan prevalensi stunting 10,74% di 2023, di mana pada 2022 tercatat prevalensi stuntingnya sebesar 17,14%.

Pj. Bupati Bener Meriah, Drs. Haili Yoga, M.Si, mengatakan di wilayahnya sample audit kasus stunting dilaksanakan di Desa Seni Antara, Kecamatan Permata.

“Dari 232 desa di Kabupaten Bener Meriah, desa ini masuk dalam pilot project kami karena terdapat 42 anak stunting,” jelas Haili, baru baru ini.

Ia mengatakan jajarannya melaksanakan kolaborasi dengan cara dan mekanisme yang tepat, dipayungi oleh peraturan Bupati yang mengamanahkan agar semua anak stunting diberi makanan bergizi selama 96 hari.

“Kita bekerja sama dengan pihak universitas, pendampingan tim ahli dari fakultas kedokteran, pendampingan oleh Kepala Pusat Kajian Kesehatan dari Kemenkes, pendampingan oleh ibu gubernur, pendampingan media massa, Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS). Juga dengan Forkopimda dan masyarakat,” paparnya.

Menurut Pj. Bupati, dalam satu bulan jajarannya melakukan penyuluhan. Di setiap Jumat juga ada kegiatan gotong royong yang diwajibkan. Semua masyarakat desa memanfaatkan pekarangan untuk ketahanan pangan, sehingga menjadi desa wisata kesehatan. Kesehariannya masyarakat menjual cabai, daun bawang, markisa, labu dan jenis lainnya. Karena daerah dingin, tanaman tersebut tumbuh subur.

“Perlu dua bulan untuk memberi pemahaman kepada masyarakat dengan melibatkan semua pihak, termasuk ulama, Kapolres, mahasiswa KKN dari Universitas Kuala. Setelah lingkungan bersih baru dikasih edukasi dan pemahaman,” jelas Pj. Bupati.

Edukasi itu menyasar anak remaja, calon pengantin (catin). Tim Pendamping Keluarga juga memantau dan mendampingi ibu hamil, ibu menyusui agar anak diberi ASI Eksklusif. Hasilnya, dari 42 anak stunting, kini tinggal tujuh anak stunting. “Kami ingin memutus mata rantai stunting,” tambah Haili.

Sementara dr. Ifrah Ayuna Siregar, M.Ked (Ped), Sp.A, Ketua Tim Audit Kasus Stunting Kabupaten Bener Meriah, menambahkan bahwa daerahnya memiliki inovasi berupa program Pentas Pisan (Pendampingan Secara Tuntas Terhadap Sasaran).

Program ini dilakukan Tim Pendamping Keluarga dan Tim Percepatan Penurunan Stunting, menyasar catin. Ada pula inovasi Genting (Gerakan Bersama Lintas Sektor dalam Penanganan Stunting).

Seluruh sektor ikut terlibat dalam program inovasi tersebut. Di antaranya psikolog. Mereka juga mendukung kegiatan Bapak/Bunda Asuh Anak Stunting, dakwah stunting, gotong royong dan lainnya.
Tidak jauh berbeda dengan Kabupaten Bener Meriah, Kota Bontang juga menempatkan kolaborasi menjadi strategi penting dalam percepatan penurunan stunting.

“Kami sudah melakukan berbagai upaya dalam percepatan penurunan stunting dengan kolaborasi dan melibatkan seluruh stakeholder. Kami juga sudah mencoba membuat data geospasial, sehingga bisa langsung dilaksanakan intervensi wilayah yang belum ditangani,” ujar Walikota Bontang, Basri Rase, S.IP, M.Si.

Dr. Khairul Amin Dalimunthe, Sp.Og, Tim Pakar Audit Kasus Stunting Kota Bontang menjelaskan bahwa di Kota Bontang ada 47 kasus yang perlu ditindaklanjuti. Masing-masing lokus dipilih 13 kasus calon auditee, dan hanya 11 auditee yang menjalani tahap audit karena dua auditee tidak hadir.

Inovasi dan aksi konvergensi yang dilakukan Kota Bontang adalah melibatkan Bapak/Bunda Asuh Anak Stunting, pemberian makanan tambahan, Pro Cegas (Protein Cegah Stunting) melalui DASHAT (Dapur Sehat Atasi Stunting), Laskar Ceria, Bunda Paud, Pembentukan Kader Pembangunan Manusia, Kelas Catin bekerjasama dengan Kemenag.

Kolaborasi juga dibangun dengan sejumlah perusahaan (stakeholder) melalui Program Ratu Ceting (Remaja Tangguh Cegah Stunting) bersama PT. KMI, Pedal Gas (Pengendalian dan Pencegahan Stunting) bersama PT. PKT, Gemari (Gerakan Makan Ikan) bersama PT. KNI, dan Kolak Pisang (Kolaborasi Penggerakan Masyarakat Hidup Sehat) dengan PT. KPI bersama IBII.

Kepala BKKBN, dokter Hasto Wardoyo mengapresiasi kegiatan Audit Kasus Stunting ini. ”Saya berterimakasih kepada Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN dan jajaran yang sudah bekerja lebih awal. Saya lihat anggaran hampir 43 miliar rupiah untuk audit dan hanya beberapa provinsi sudah menjalankan,”ucapnya.

Apresiasi dokter Hasto juga ditujukan kepada Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Aceh karena telah melaksanakan audit. “Ini menjadi contoh dan memacu agar provinsi lain melakukan Audit Kasus Stunting. Kita tunggu hasilnya dengan underlying problem atau problem yang melatarbelakangi. Ini penting untuk kebijakan yang akan datang,” ujar dokter Hasto. (ney)

Exit mobile version