Jika Konflik Israel-Iran Tidak Disikapi Pemerintah, Ini Implikasi yang akan Terjadi di Dalam Negeri

Jika Konflik Israel-Iran Tidak Disikapi Pemerintah, Ini Implikasi yang akan Terjadi di Dalam Negeri - Dyah Roro - www.indopos.co.id

Kolase foto Anggota Komisi VII DPR Amin Ak (kiri) dan Dyah Roro Esti (kanan). (Ist)

INDOPOS.CO.ID – Konflik Israel-Palestina yang kemudian melebar menjadi konflik Iran-Israel terus menjadi perbincangan global, khususnya berdampak pada meroketnya harga minyak dunia. Menyikapi hal ini, sejumlah anggota Komisi VII DPR RI meminta pemerintah menyikapi hal ini agar tidak berdampak signifikan ke dalam negeri.

Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti mengungkapkan bahwa konflik antara Iran dan Israel dapat memiliki implikasi ekonomi dan geopolitik yang signifikan, terutama dalam segi harga minyak mentah dunia (crude palm oil/CPO)

“Konflik antara Iran dan Israel dapat memiliki implikasi ekonomi dan geopolitik. Terutama dalam segi harga minyak mentah dunia,” ujar Roro dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

“Meski, saat ini harga minyak mentah dunia masih terpantau cukup stabil, namun, konflik di jazirah arab itu berpotensi menimbulkan kenaikan harga minyak mentah dunia, yang bisa menembus 100 dolar AS per barel,” sambung Roro.

Terkait dengan dampak dari konflik geopolitik terhadap kondisi harga BBM di dalam negeri tersebut, Politisi dari Fraksi Partai Golkar menjelaskan bahwa dari pihak pemerintah, melalui Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Airlangga Hartarto, telah menegaskan dan memastikan bahwa harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak akan naik akibat konflik ini, paling tidak sampai bulan Juni 2024 ini.

“Untuk selanjutnya, Pemerintah masih perlu melihat dan mengobservasi lebih lanjut terlebih dahulu. Saya berharap agar dampak dari eskalasi konflik di Timur Tengah ini masih bisa ditahan dan diatasi oleh Pemerintah Indonesia, sehingga kenaikan BBM masih bisa dihindari,” pungkasnya.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak turut mengingatkan pemerintah agar mengantisipasi dampak ekonomi dari konflik Iran vs Israel, terutama dalam hal menjaga pasokan minyak domestik.

Meskipun Indonesia tidak mengimpor minyak dari Iran, Amin, yang juga anggota Panja Energi DPR RI, menekankan bahwa pasokan minyak global dapat terpengaruh karena Iran adalah salah satu produsen minyak terbesar di dunia.

“Pemerintah harus memastikan pasokan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri terjaga dengan baik,” tegasnya juga dalam. Keterangan pers yang diterima Kamis (25/4/2024).

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa kebutuhan minyak di Indonesia saat ini adalah 1,4 juta barel per hari, sementara produksi minyak domestik hanya sekitar 612 ribu barel per hari.

Ini berarti Indonesia memerlukan impor sekitar 788 ribu barel per hari. Tahun lalu, rata-rata impor hasil minyak adalah sekitar 2,16 juta ton per bulan, dan impor minyak mentah rata-rata 1,48 juta ton.

Amin memperingatkan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, bersama dengan potensi kenaikan harga minyak dunia akibat eskalasi konflik, dapat menguras devisa Indonesia.

“Melindungi (hedging) nilai tukar rupiah terhadap dolar AS perlu dilakukan agar cadangan devisa tidak tergerus,” ujar Amin.

Selain itu, jika nilai tukar rupiah melemah dan harga minyak naik, anggaran subsidi atau kompensasi bisa meningkat. Karena itu, kenaikan harga minyak dunia dapat memberatkan APBN, karena subsidi energi akan membengkak.

Di sisi lain, pengurangan atau penghapusan subsidi energi dapat membebani masyarakat, dengan potensi efek berantai yang meningkatkan harga kebutuhan pokok.

Untuk menghadapi situasi ini, Amin menyarankan pemerintah untuk membangun rantai pasok yang lebih resilien, termasuk memastikan pasokan pangan dan energi tetap berjalan lancar. Investasi dalam sumber energi alternatif, rute baru, dan infrastruktur logistik dapat memperkuat rantai pasok global.

Wakil Rakyat dari Dapil Jatim IV (Kabupaten Jember dan Lumajang) itu pun mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai lonjakan inflasi yang dipicu oleh kenaikan harga energi, yang mungkin diikuti oleh kenaikan harga kebutuhan pokok.

“Rantai pasok global yang terganggu oleh perang dapat menyebabkan produsen mencari bahan baku dari tempat lain, yang pada gilirannya meningkatkan biaya produksi dan membebankan biaya tersebut kepada konsumen,” tegasnya.

Amin juga mengingatkan tentang dampak melemahnya kurs rupiah, yang jika tidak ditangani dengan tepat, dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia, mengingat tingginya utang luar negeri, termasuk utang pemerintah, BUMN, dan swasta.

Terakhir, Ia menyerukan pemerintah untuk mendorong de-eskalasi dan pengendalian diri di antara negara-negara yang terlibat dalam konflik di Timur Tengah.

“Komunikasi intensif dengan pemimpin dunia, termasuk Iran, Arab Saudi, Yordania, Mesir, dan negara-negara Eropa, diperlukan untuk menegaskan pentingnya menahan diri dan mengurangi eskalasi konflik,” tutup Amin. (dil)

Exit mobile version