Sekda Harus Mampu Kelola Harmonisasi di Pemprov Banten

Al Muktabar

Sekretaris Daerah Banten Al Muktabar

INDOPOS.CO.ID – Kembalinya Al Muktabar sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Banten definitif diharapkan dapat menciptakan suasana kerja di lingkungan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Banten menjadi kondusif, untuk mengawal jalannya roda pemerintahan dibawah kepemimpina Gubernur Wahidin Halim dan Wakil Gubernur Andika Hazrumy yang akan berakhir 12 Mei 2022 mendatang.

Pengamat Politik dan Kebijakan Publik dan Dosen Fisip Universitas UNIS Tangerang Adib Minftahul kepada indopos mengatakan, adanya riak rak kecil di beberapa OPD setelah kembalinya Al Muktabar menjabat sebagai Sekda adalah hal yang wajar. ”Comeback nya Sekda Al Muktabar, saya kira tidak serta merta menjadikan kondisi internal di pemprov Banten menjadi kondusif. Riak-riak kecil dan kalau pun ada ganjalan beberapa persoalan dengan beberapa OPD saya kira wajar saja,” terang Adib kepada indopos, Senin (7/3/2022).

Menurut Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) ini, terjadinya hubungan kurang harmonis antara Al Muktabar dengan beberapa OPD sebuah sebab akibat. “Sebab, kalau flashback sedikit ke belakang, banyak catatan yang saya kira minus yang ditorehkan oleh Al Muktabar,” ujarnya.

Ia mencontohkan, terjadinya kasus korupsi di lingkungan Pemprov Banten dan adanya sejumlah ASN di Dinas Kesehatan yang mengundurka diri.”Masih ingat, ketika di Pemrov Banten mulai dari beberapa kasus korupsi dan mundurnya 20 ASN di Dinkes,” kata Adib.

Adib menegaskan, sudah tepat dulu Gubernur Banten mengevaluasi kinerja Sekda Al Muktabar, sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), karena Sekda dinilai gagal mengorganisir dan menerjemahkan kebijakan gubernur dan wakil gubernur.

“Ada beberapa catatan kegagalan yang menurut saya, lagi-lagi ketidakmampuan sekda ketika menjadi ‘Panglima’ ASN Nomor 1, Al Muktabar gagal menjaga ritme harmonisasi antar OPD yang mestinya dengan wise bisa men-drive dengan irama indah, agar akselerasi program pemrov Banten tepat sasaran,” tuturnya.

Ia menambahkan akumulasi beberapa persoalan seperti mengendapnya Kas Pemprov yang tertahan di Bank Banten sekira Rp 1,5 triliun juga menjadi keteledoran. “Sekda tidak cermat dalam mengurusi kebijakan keuangan. Sekda dan Tim anggaran Pemprov seharusnya sudah bisa membaca kinerja keuangan Bank Banten, sehingga bisa antisipasi untuk segera memindahkan RKUD,” cetusnya.

Tak hanya itu, perjanjian pinjam uang dari PT SMI yang awalnya tidak ada bunga alias 0% tetapi akhirnya ada bunga sampai sekira 6%dan hal itu juga patut dipertanyakan. Kenapa bisa begitu ? “Ini lagi lagi menurut saya blunder Sekda sebagai ketua Tim Anggaran yang tidak cermat dalam berkomunikasi dengan PT SMI serta tidak jeli dalam membaca perjanjian dan proyeksi keuangan termasuk imbasnya nanti. Apalagi peminjaman uang dengan bunga 6% itu guna pembiayaan kesehatan, infrastruktur, pendidikan dan permukiman,” paparmya.

Pun dengan posisi dia sebagai panglima ASN nomor 1 gagal mengatur alur, bagaimana perencanaan keuangan terkait DBH (dana bagi hasil) ke pemerintah daerah. “Malah sampai ditegur oleh Kemendagri karena lambannya DBH dibagikan. Ini kan soal terlambatnya DBH sangat berpengaruh terhadap pembangunan di pemkot dan pemkab di Banten. Padahal pemkab pemkot harus berjuang keras extraordinary saat pandemi,” kata Adib.

“Nah, kondisi internal pemrov Banten itu sendiri karena bentuk akumulasi dari kegagalan Sekda dalam menjaga ritme organisasi dan tidak mampu mengelola harmonisasi internal di pemrov Banten. Bagaimana mau mengurusi eksternal/masyarakat kalau internalnya ternyata kedodoran? Kan ini pertanyaan dasar,” sambungnya.

Padahal, kata Adib, saat ini pemangku kepentingan dituntut cepat, tegas, terukur alias extraordinary melakukan penyelesaian kebijakan-kebijakan saat fokus di pandemi. Ketiga gerbong ASN dituntut cepat, tetapi mesinnya jalan lambat, apa yang bisa dibayangkan?.

Maka, ketika polemik ramai Al Muktabar terjadi dirinya menganalisa ada kepentingan “tangan-tangan” politik disana. Maka tarik ulur kepentingan pasti sebuah keniscayaan. “Yang menjadi ini kental dengan aroma politik pula adalah, proses kepindahan atau mundur Al Muktabar yang akhirnya tidak mendapat respon atau tidak disetujui oleh Kemendagri,” imbuhnya.

Padahal, urgensi Gubernur saat itu, dalam mengevaluasi kinerja Sekda, dengan catatan-catatan diatas juga penting segera dilakukan. “Tetapi saya kira gubernur juga tidak punya pilihan akhirnya. Gubernur terganjal oleh kepentingan politik,” kata Adib.

Ia melanjutkan, ketika Al Muktabar “islah” dengan Pemrov dengan mendatangi Gubernur, dirinya masih pesimistis akan membuat kondisi internal di pemprov Banten menjadi baik-baik saja. “Justru sebaliknya, saya menduga, resistensi bisa jadi malah semakin kencang. Karena anak buah pasti akan melihat sebuah organisasi dipimpin oleh seorang yang dianggap gagal dalam menjalankan fungsi Sekretariat Daerah dengan beberapa catatan minus itu,” ungkapnya.

Menurut Adib, solusinya adalah untuk mereduksi itu semua, pertama, Sekda harus bebas dari infiltrasi dan kepentingan politik. “Ini harga mati. Dengan begitu, garis komando ASN akan tegak lurus dengan soliditas internal,” tegasnya.

Kedua, kata Adib, komunikasi partisipatif dengan lebih banyak mendengarkan anak buah saya kira bisa mencairkan suasana internal. Sekda butuh feedback yang utuh terkait capaian target organisasi, karena komunikasi organisasi yang baik akan bisa membantu mengatasi dalam manajemen konflik. “Persoalannya mampukah Al Muktabar ala Antonio Banderas ini menghadapi dan memainkan setiap stimulus dari apa yang dilakukan sebagai seorang Sekda?,” tukasnya. (yas)

Exit mobile version