Kasus Samsat Kelapa Dua, Pengamat Sarankan Kejati Banten Hargai APIP

samsat kelapa dua

Pengamat kebijakan publik dan pemerhati hukum, Heri Mufty. Foto: Ist

INDOPOS.CO.ID – Kasus dugaan korupsi yang terjadi di kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, terus bergulir di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten.

Bahkan, sejumlah orang yang ditetapkan tersangka sebelumnya sudah mengembalikan kerugian negara ke kas daerah Pemprov Banten. Terbaru, Kejati Banten menyita uang sebesar Rp 5,9 miliar dari kasus dugaan korupsi pajak kendaraan di Samsat Kelapa Dua tersebut dari para tersangka. Yaitu, dari Zlf sebagai Kasi Penagihan dan Penyetoran, AP sebagai PNS bagian penetapan, honorer di bagian kasir MB, dan Bd selaku pembuat aplikasi Samsat

Menyikapi langkah Kejati Banten ini, pemerhati hukum dan kebijakan publik Heri Mufty ikut menyoroti polemik yang terjadi di Samsat Kelapa Dua soal adanya kasus dugaan penggelapan pajak kendaraan sejak Juni 2021 hingga April 2022 senilai Rp 6 miliar.

Heri mengatakan, langkah yang dilakukan oleh pihak Kejaksaan Tinggi Banten dinilainya janggal dan dianggap kurang menghargai keberadaan Aparat Pengawas Internal Pemerintahan (APIP) yang terdiri dari Inspektorat, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Saya heran dengan langkah Kejati Banten yang terkesan melangkahi fungsi dan tugas APIP dalam pengawasan internal pemerintahan. Kan persoalan Samsat Kelapa Dua ini berawal dari audit internal maka sepatutnya ini masih ranahnya APIP untuk mencegah dan menyelamatkan uang negara, sebaiknya hargai keberadaan APIP,” ujar Heri kepada INDOPOS, Selasa (7/6/2022).

Ia menjelaskan, dalam Undang- undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dijelaskan mengenai peran APIP dalam rangka pengawasan pelaksanaan Administrasi, khusunya mengenai pengawasan penyalahgunaan wewenang juga perihal temuan kerugian negara.

“Dalam pasal 20 ayat (4) dijelaskan bahwa jika hasil pengawasan aparat intern pemerintah berupa terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilakukan pengembalian kerugian keuangan negara paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak diputuskan dan diterbitkannya hasil pengawasan,” terang Heri.

Heri menambahkan, seharusnya Kejati menghargai keberadaan APIP untuk menjalankan tugas dan fungsinya. “Harusnya Aparat Penegak Hukum (APH) menghargi peran dan fungsi APIP untuk menjalankan tugasnya dalam melakukan pengawasan, jangan langsung ambil alih perkara yang kesannya ego sektoral dan berebut kasus, kan masih dalam audit internal dan itupun ada itikad pengembalian atas temuan tersebut,” ujarnya.

“Perkara dugaan penggelapan pajak Samsat Kelapa Dua berawal dari audit internal lalu ada temuan dan kemudian temuan kerugian negara itu sudah dikembalikan, padahal biarkan APIP menjalankan tugas dan fungsinya sesuai aturan yang berlaku,” sambungnya.

Lebih jauh Heri menyinggung soal adanya Majelis Pertimbangan TP-TGR (Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi) adalah para pejabat yang ex- officio ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Daerah yang bertugas membantu Kepala Daerah dalam penyelesaian kerugian daerah. Majelis Pertimbangan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Daerah.

“Selain itu, kalaupun benar-benar terbukti ada temuan dari hasil audit oleh APIP, ada langkah lanjutan, yakni, sidang pengembalian kerugian negara melalui Majelis TP- TGR, itu dilakukan di Inspektorat,” cetusnya.

Ia menyinggung soal Memorandum of Understanding (MoU) yang telah dilakukan oleh APIP di lingkungan Pemprov Banten dengan APH yang dinilainya belum dijalankan dengan baik.

“Kita ketahui APIP dan APH kan sudah meneken kerja sama mengenai pencegahan dan penindakan korupsi di Banten, ya harus sinergi dan koordinasi jangan ego sektoral dalam menjalankan tugas yang telah diatur dalam aturan yang ada,” paparnya. (yas)

Exit mobile version