Pj Gubernur Banten Diminta Peduli Kebudayaan dan Kesenian

banten

Ketua Banten Culture Center (BCC), Piter Tamba. Foto: Ist

INDOPOS.CO.ID – Ketua Banten Culture Center (BCC), Piter Tamba meminta Penjabat (Pj) Gubernur Banten, Al Muktabar lebih aware terhadap bidang kebudayaan, termasuk di dalamnya kesenian.

Menurut Piter, meski Pj Gubernur Banten lebih dikenal sebagai putra asal Bengkulu, namun ia berharap Al Muktabar memiliki pengetahuan tentang pentingnya diskursus kebudayaan dan kesenian di suatu daerah.

“Kebudayaan sekaligus kesenian seolah-olah hanya etalase. Sekadar pelengkap. Minim perhatian bahkan nyaris tidak diurus. Buktinya banyak. Salah satunya sampai sekarang kita belum punya sekolah kesenian. Begitu pula gedung kesenian,” ujar Piter Tamba di Serang, Jumat (17/6/2022).

Soal gedung kesenian, tutur Piter, telah disuarakan oleh seniman dan budayawan di Banten sejak tahun 2002.

Meski dari tahun ke tahun menggelar aksi, namun hingga kini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) tetap bergeming.

“Kami memang sempat diberi gambar rencana bentuk gedung kesenian. Tapi rupanya itu cuma ‘angin surga’, alias hoax. Kita juga sudah di ujung hopeles,” tandasnya.

Piter berpendapat bahwa gedung kesenian merupakan sarana penting, selain amanat UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan, juga sebagai sarana apresiasi dan pembinaan terhadap para pelaku seni budaya.

“Jadi selama 22 tahun Banten selalu gagap dan gugup bagaimana memperlakukan seniman dan budayawan. Alih-alih mengerti kebutuhan stakeholder di bidang ini, ujungnya adalah pemanfaatan saja. Ya itu tadi, cuma jadi etalase,” ujarnya.

Masalah yang juga cukup fundamental, yakni ketiadaan lembaga atau sekolah kesenian di Banten. Saat Jawa Barat punya SMK Karawitan juga STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia) dan Jawa Tengah punya SMK Seni Rupa juga ISI (Institut Seni Indonesia).

“Banten untuk punya gedung kesenian saja, harus aksi berjilid-jilid. Padahal desakan seniman dan budayawan untuk membantu pemerintah menjalankan amanat UU juga tupoksi mereka melakukan pembinaan dan pengembangan kebudayaan. Saya rasa memang cukup apatis mereka itu,” tandasnya.

Ia menambahkan ketiadaan gedung kesenian dan sekolah khusus seni, menjadi indikasi yang sangat serius dari gagap dan gugupnya Banten dalam menyikapi diskursus kebudayaan.

Menurut dia, bisa jadi LPE (laju pertumbuhan ekonomi) merupakan nyawa, tetapi yang mesti disadari pemerintah bahwa kebudayaan adalah jiwa sekaligus roh pembangunan di suatu daerah. (dam)

Exit mobile version