Masyarakat Mengeluh, Program Rumah Tak Layak Huni Jadi Ajang Pungli di Pandeglang

Kuitansi

Bukti kwitansi dugaan pungli program rumah tak layak huni di Kabupaten Pandeglang (foto istimewa)

INDOPOS.CO.ID – Sebanyak 35 keluarga penerima manfaat di Desa Rancaseneng Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten, terpaksa harus memberikan uang kepada oknum aparat pemerintahan desa setempat.

Uang pelicin tersebut diserahkan agar program yang bakal diterimanya dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) Provinsi Banten tidak dialihkan kepada orang lain.

Menurut keterangan sejumlah warga kepada wartawan termasuk indopos.co.id mengungkapkan, dirinya terpaksa harus membayar uang senilai Rp 3 juta.

Bahkan dirinya harus mencari pinjaman ke kerabat untuk memenuhi permintaan oknum yang mengaku dari pemerintahan desa Rancaseneng.

“Benar Pak, saya diminta uang oleh oknum aparat desa melalui RT (Rukun Tetangga) dan ada bukti pembayarannya di kwitansi,” ungkapnya seraya memperliahtkan bukti kwintansi pembayaran,Senin (23/10/2023).

Diketahui bahwa penerima manfaat perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Desa Rancaseneng adalah penduduk miskin dengan kondisi rumah yang sudah rusak parah yang dijadikan prioritas atau sasaran oleh pemerintah Provinsi Banten.

Mendengar adanya aksi pungli itu, Aan Andrian dari Aktivis Front Pendamping Rakyat (FPR) Kabupaten Pandeglang sangat menyangkan bahwa apa yang terjadi pada penerima manfaat perbaikan bedah rumah di Desa Rancaseneng sangat memberatkan terhadap warga miskin di wilayah tersebut.

“Dalilnya tak masuk akal, uang Rp 3 juta untuk AJB (Akta Juka Beli) atau Akta Hibah, apalagi AJB nya tidak ada yang diusulkan kepada PPATS (Pejaast Pembuat Akat Tanah Sementara) Kecamatan Cikeusik. Ini jelas adalah pungli berkedok AJB atau surat hibah,” unglap Aan.

Saat dikonfirmasi Kepala desa Rancaseneng, soal adanya beban biaya pada persyaratan pengajuan program RTLH dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPR-KP) Banten, Kades tersebut melalui suaminya bernama Duriat mengelak bahwa hal itu tidak benar.

Dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Duriat menjelaskan bahwa biaya tersebut sebesar Rp 3 juta rupiah merupakan hasil musyawarah kesepakatan dengan warga.

“ Itu sudah dimusyawarahkan siapa yang merasa keberatankan tidak ada, dan itu adalah hak desa karena tidak mungkin mengeluarkan seperti AJB atau surat tidak ada biasa, baik yang terdaftar sebagai penerima atau yang lainya,” jelasnya seperti dikutip dari dinamikabanten.co,id.

Saat ditanya soal AJB dan pihak Kecamatan tidak tahu perihal itu, Duriat berdalil bahwa tidak berkoordansi dengan pihak Kecamatan Cikeusik, dan itukan hanya surat keterangan aja, “ di dalam surat keterangan itu ada biaya untuk pembelian materai dan lainnya,” kilahnya.

Hingga saat ini belum ada konfirmasi terkait adanya aksi pungli dari PPK (Peaat penbita Komimen) Dinas PRKP Banten, Tubangs Asep yang disebut sebagai PPK saat dihubungi indopos melalui sambungan telepon sedang tidak aktif.

Saat didatangi ke kantornya juga tidak ada.”Tadi pagi pak Asep hanya datang untuk upacara lalu peergi lagi,katanya sih lagi Diklat,” jelas seorang petugas security di kantor Dinas PRKP Provinsi Banten. (yas)

Exit mobile version