Upaya Penerapan Pidana Non Penjara, Bapas dan Pemkot Surabaya Kolaborasi

Rika-Aprianti

Kepala Bapas Surabaya, Rika Aprianti memaparkan di hadapan peserta rakor bertempat di ruang rapat bidang hukum Pemerintah Kota (Pemkot Surabaya), Selasa (26/3). Foto/humas Ditjenpas.

INDOPOS.CO.ID – Kepala Bapas Surabaya, Rika Aprianti, menyampaikan kesiapan dan dukungan Bapas Surabaya untuk kolaborasi pelaksanaan pidana alternatif atau pidana luar lembaga atau pidana non pemenjaraan.

Bapas Surabaya siap menghadirkan produk assessment yang akan menjadi dokumen dukungan penting dalam pelaksanan pidana alternatif.

“Pidana alternatif menjadi salah satu solusi penting permasalahan klasik overcrowding di lapas dan rutan. Tidak semua kasus pidana harus masuk ke rutan atau lapas. Untuk itu dibutuhkan kolaborasi dan koordinasi, baik APH, Pemerintah Daerah dan Masayarakat. Karena sejatinya penerapan ini adalah kebutuhan untuk melindungi masyarakat,” ungkap Rika saat memaparkan di hadapan peserta rakor bertempat di ruang rapat bidang hukum Pemerintah Kota (Pemkot Surabaya), Selasa (26/3).

Rika menyebutkan bahwa dengan diundangkannya UU No1 tahun 2023 tentang KUHP, khususnya di pasal 65 yang menyebutkan 5 pidana pokok, yang 3 diantaranya menyebutkan Pidana Pengawasan , Pidana Denda dan Pidana Kerja Sosial, memberi peluang lebih luas untuk menerapkan pidana luar lapas atau rutan. Walaupun saat ini masih masa transisi hingga tahun 2026.

“ Namun sebenarnya saat ini sudah memiliki cantolan pidana luar penjara di pasal 14a KUHP, bahwa putusan pidana 1 tahun ke bawah dapat diberlakukan pidana percobaan,” kata Rika

Ia pun menyebutkan bahwa berdasarkan data yang dihimpun di 6 wilayah kerja Bapas Kelas Surabaya di 6 Lapas dan Rutan, saat ini terdapat 235 narapidana dengan hukuman 1 tahun ke bawah atau di register BIIa.

“Kami coba hitung rata-rata saja uang makan 20 ribu per hari dikalikan 235 narapidana tersebut dikalikan 365 hari atau 1 tahun. Maka penghematan anggaran negara yang diperkirakan apabila mereka menjalani pidana luar lembaga atau pidana percobaan adalah sekitar 1, 7 milyar rupiah, “ Rika menjelaskan lagi, “itu hanya dari makannya saja, belum pemenuhan kebutuhan sarana lain.’

Menurutnya diberlakukannya pidana non pemenjaraan, bukan hanya terkait dengan penghematan anggaran negara, tetapi juga peningkatan kualitas pembinaan bagi warga binaan di dalam lapas dan rutan.

Kepala Bapas Surabaya, Rika Aprianti foto bersama dengan para pejabat Pemkot Surabaya usai rakor bertempat di ruang rapat bidang hukum Pemerintah Kota (Pemkot Surabaya), Selasa (26/3). Foto/humas Ditjenpas.

Karena dengan menurunnya jumlah hunian, maka tingkat keseimbangan antara petugas dan penghuni lapas rutan, dengan program dan fasilitas pembinan dan perawatan, sehingga kulitas warga binaan yang akan kembali ke masyarakat pun akan semakin membaik.

“Artinya sebenarnya pidana non pemenjaraan senafas dengan tujuan sistem Pemasyarakatan, yaitu melindungi masyarakat, termasuk melindungi masyarakat dari pengulangan tindakan pidana.”

Ia kembali menjelaskan bahwa dengan pidana alternatif pelaku pelanggaran dapat “membayar” langsung perilakunya kepada masyarakat melalui jenis tindak pidaana alternatif.

Negara tidak harus mengeluarakn uang , justru mereka yang membayar langsung ke masyarakat, misalnya kerja sosial, menyapu taman kota, mengajar pada materi tertentu.

“Tapi tentunya itu setelah dilakukan assessment ketat, kami di Bapas akan melakukan assessment melalui litmas (penelitian kemasyarakatan) dan pertimbangan dari pihak terkait lain pun sangat dibutuhkan. Kolaborasi untuk menghasilkan kualitas warga negara Indonesia yang baik untuk kembali ke masyarakat,”ungkapnya.

Rika mengharapkan best practice penurunan drastic jumlah Anak yang berhdapan dengan Hukum (ABH) penanganan anak dengan berlakunya UU 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak (UU SPPA).

Sebelum berlaku UU SPPA, jumlah anak seluruh Indonsia sekitar 7000 anak. Tapi setelah berlakunya peraturan tersebut, jumlah Anak yang berada di dalam lembaga berada di angka kurang dari 2000 Anak.

Kepala bapas Surabaya juga menyampaikan apresiasi atas atensi dan dukungan dari Pemkot Surabaya yang telah menginisiasi rapat koordinasi.

Shidarta Praditya Revienda Putra, Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Pemkot Surabaya yang memimpin rapat pada hari itu menyampaikan dukungannya dan siap untuk menindaklanjuti.

“Sebenarnya ini adalah PR lama, tapi kali ini PR ini harus sama-sama kita tuntaskan, khususnya tentang perubahan mindset penghukuman,”
ujarnya.

Ia mengatkan bahwa pertemuan hari itu akan segera ditanklanjuti dengan rapar koordinasi yang akan menghadirkan aparat pelam mendknegak hukum (APH).

Pada rakor tersebut hadir beberapa elemen dinas daerah seperti PPA, Dinas Sosial, yang berinetraksi dalam diskusi bagaiamana berbagai peran ini akan berkolaborasi dalam penerapan pidana alternatif .

Selain dari pemerintah daerah perwakilan dari Divisi Pemasyarakatan dan Pelayan Hukum Kanwil Kemenkumham Jawa Timur juga turut hadir sebagai penanggung jawab wilayah Jawa Timur. (gin)

Exit mobile version