Tertarik dengan Budaya Wayang, Mahasiswi Asal Jepang Garap Disertasi tentang Dalang Perempuan

wayang

Mahasiswi program doktor atau strata tiga (S3) dari The Graduate University for Advanced Studies, SOKENDAI, Jepang, Misaki Kishi (kiri) berfoto bersama dengan dalang selaku dosen ISI Surakarta, Dr. Bambang Suwarno, S.Kar, M.Hum (kanan) usai wawancara terkait materi disertasi tentang dalang perempuan, di Sangkrah, Surakarta, Senin (8/4/2024). (Indopos.co.id/Laurens Dami)

INDOPOS.CO.ID – Seorang mahasiswsi program doktor atau strata tiga (S3) dari The Graduate University for Advanced Studies, SOKENDAI, Jepang, Misaki Kishi merasa tertarik dengan budaya wayang Jawa sejak mengenyam pendidikan di sekolah menengah. Di Jepang, Misaki mengikuti les ekstrakurikuler tentang wayang hingga belajar menabuh gender.

“Saya sudah lama belajar tentang wayang. Di Jepang saya mengikuti ekstrakurikuler wayang Jawa. Kemudian saya menyelesaikan sarjana atau strata satu (S1) dan pascasarjana atau strata dua (S2) di bidang wayang,” ujar Misaki kepada indopos.co.id, di Surakarta, Senin (8/4/2024).

Misaki menuturkan pihaknya telah berada di Indonesia selama tiga tahun lebih untuk belajar tentang wayang dan dalang serta melakukan penelitian dalam rangka menulis disertasi.

“Saya juga ikut kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta untuk memahami lebih dalam tentang wayang dan dalang. Saat ini saya sedang melakukan penelitian khusus tentang dalang perempuan fokus di daerah Surakarta dan Yogyakarta,” ungkap Misaki.

Untuk melengkapi materi tentang dalang perempuan, Misaki mewawancarai sejumlah pakar dan ahli tentang wayang dan dalang di Surakarta dan Yogyakarta. Salah satunya adalah seorang dalang terkenal di Surakarta selaku dosen di ISI Surakarta yaitu Dr. Bambang Suwarno, S.Kar, M.Hum.

Misaki menggali informasi terkait dalang perempuan dari Bambang Suwarno. Selain itu, dia juga menggali lebih dalam terkait pakeliran karena Bambang Suwarno merupakan ahli di bidang pakeliran.

Misaki mengatakan, dirinya memilih Bambang Suwarno sebagai salah satu narasumbernya karena selain sebagai dosen, Bambang juga dalang dan ahli pakeliran yang banyak melakukan kreativitas dan inovasi.

“Misaki itu mahasiswa saya juga di ISI Surakarta. Dia mau tulis disertasi soal dalang perempuan. Dalang perempuan sudah banyak bahkan sejak orang tua saya dulu sudah ada dalang perempuan. Yang belajar tentang wayang juga banyak termasuk orang asing seperti bule dan lain-lain,” ujar Bambang Suwarno.

Untuk diketahui, Bambang meraih gelar doktor dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan disertasi berjudul: “Wanda Wayang Purwa Tokoh Pandawa Gaya Surakarta Kajian Bentuk, Fungsi dan Pertunjukan.”

Bambang selain sebagai dosen, tetapi juga dalang dan ahli pakeliran. Sudah banyak hasil karyanya di bidang pakeliran.

Menurut Bambang Suwarno, dalam hal penggunaan figur wayang beserta ragam wandanya sebagai penunjang keberhasilan sajian pakeliran, kebanyakan dalang-dalang muda hanya sebatas menirukan penerapan pilihan tokoh dan wandanya dalam pakeliran oleh dalang-dalang senior yang diidolakannya. Hal ini berakibat konsep mungguh dan nuksma dalam penggunaan wanda wayang yang berkaitan dengan pakeliran tidak terwujud.

Bambang berpandangan wanda wayang ditinjau dari perspekstif kreativitas memiliki peranan penting untuk pemecah masalah, menjaga daya saing dan mendorong inovasi baru dalam dunia pakeliran.

Sementara dari sudut pandang estetika, wanda wayang memperlihatkan peran penting dalam pakeliran, karena dalam wanda wayang terdapat kode-kode yang membantu dalang mencapai pakeliran yang nuksma dan mungguh yang meliputi kode tentang sabet, antawacana, sanggit dan lakon serta karawitan pakeliran.

“Ciri-ciri dan perbedaan wanda wayang tradisi Karaton dan luar Karaton dapat dikenali melalui serangkaian parameter ikonografi dan fisiognomi tertentu. Wanda-wanda tradisi Karaton dikenali lewat keterangan tertulis baik yang terdapat dalam fisik wayangnya sendiri atau dalam buku-buku yang terkait, sementara cara mengenali wanda Pandawa dalam tradisi luar Karaton kebanyakan berupa interpretasi terhadap sumber-sumber visual dengan mengandalkan pengenalan terhadap parameter corekan yang paling menonjol atau tradisi lisan yang diturunkan dari dalang-dalang pendahulunya,” kata Bambang seperti dilansir dalam laman resmi UGM. (dam)

Exit mobile version