Oknum Kades Kujangsari Dituding Pungut Hasil Tambang Ilegal di TNGHS

penambangan-emas-ilegal

foto ilustrasi penambangan emas ilegal

INDOPOS.CO.ID – Sejumlah warga Desa Kujangsari, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, mempertanyakan adanya kebijakan oknum kepala desa yang diduga memungut hasil penambangan ilegal di daam kawasan hutan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

“Sejak kapan kepala desa Kujangsari diperbolehkan memungut hasil penambangan ilegal di dalam kawasan hutan konservasi TNGHS ?,” ujar seorang warga setempat balik bertanya kepada indopos.co.id, Selasa (9/4/2024).

Ia mengungkapkan, sejumlah aktivis dan para pengiat lingkungan mempertanyakan hak dan kewenangan kepala desa Kujangsari dalam mengelola kegiatan penambangan ilegal di blok Cikidang kawasan hutan konservasi TNGHS.

Salah seorang sumber indopos.co.id mengungkapkan, oknum kepala desa tersebut diduga kuat memperoleh bagian dari hasil kegiatan penambangan tersebut sebesar 5 persen berdasarkan keterangan warga berinisal NN alias AL.

Tidak itu saja, pihak aparat desa juga melakukan pungutan kepada setiap pengendara sepeda motor yang masuk ke kawasan penambangan,dimana sekali lewat harus membayar Rp10 ribu, dan rata-rata per hari ada sekitar 100 hingga 200 sepeda motor yang membawa bahan baku emas per rata rata 3 karung.

“Artinya dalam setiap harinya bisa mencapai kurang lebih 400 hingga 500 karung bahan baku emas,” cetusnya.

Berdasarkan keterangan Ecup pegawai pemungutan yang ditugaskan pihak desa kepada sumber indopos.co.id membenarkan bahwa adanya pungutan yang disetorkan kepada oknum kepala desa, dan kemudian dari hasil pungutan tersebut selanjutnya akan di bagi ke setiap pos yang telah ditentukan.

Pungutan tidak saja oleh oknum aparat desa, namun ada juga 5 persen yang dilakukan oleh kelompok Cipulus, dan hasil pungutan tersebut konon digunakan untuk membayar SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) masyarakat per tahun 18 juta, karena SPPT masyarakat di desa itu dibebaskan kepada warganya.

Padahal kata warga, membebaskan pajak SPPT saja sudah menyalahi aturan,apalagi dibayaran dari uang yang diduga menyalahi aturan.

“Perlu diketahui bersama, bahwa hasil dari pungutan sepeda motor saja bisa mencapai kurang lebih Rp 1 juta hingga Rp 2 juta dalam setiap harinya. Dengan adanya kegiatan tersebut, maka otomatis di ikuti pula oleh tempat-tempat pengolahan emas berupa tong dan rendaman yang berjejeran di pinggir-pinggir sungai dengan menggunakan bahan kimia berbaya yang diperjualbelikan secara bebas,” paparnya.

Bahan kimi yang dieprjula eikans ecara bebea situ adalah zat bahan kimia berbahaya CN dan air raksa (kuik). Adapun hasil kegiatan tambangnya di jual kepada para penadah di Kecamatan Bayah dan Malingping.

Keterangan warga setempat, adanya kegiatan usaha tersebut jelas-jelas dapat mengganggu kebisingan warga akibat hilir mudiknya sepeda motor yang diduga bodong, selain itu tidak jelas manfaat dan kegunaannya untuk umum dari hasil pungutan tersebut, hasil pungutan itu diduga hanya di gunakan untuk kepentingan pribadinya saja dan berbagai dengan oknum.

Menurut keterangan warga setenpat, Kasepuhan adat Cisitu yang wilayah adat dan penetapan hutan adatnya informasinya juga sudah di sahkan, namun belum di ketahui apakah lokasi tambang Cikidang itu masuk di dalamnya atau tidak.

Kendati lokasi tersebut ada di dalam wilayahnya tetap saja kegiatan tambang itu tidak dapat di benarkan sepanjang tidak mengantongi izin tambang rakyat.

Mengenai adanya keterangan masyarakat soal wilayah yang kini marak tambang ilegal itu masuk dalam hutan adat, indopos.co.id mencoba meminta klarifikasi kepada kasepuhan adat Cisitu, yakni, abah Uta alias abah Yoyo, namun handphonenya sedang tidak aktif. Pesan singkat yang dikirimkan melalui aplikasi WhatsApp kepada Abah Uta juga masih ceklis satu.

Demkian juga, kepala desa Kujangsari Darwan saat dihubungi melalui ponsel pribadinya untuk konfirmasi atas tudingan warga tersebut juga handhonennya sedang tidak aktif dan hanya dengan nada memanggil. (yas)

Exit mobile version