DPR Tolak Pembengkakan Biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dibiayai APBN

apbn

Presiden Joko Widodo meninjau pengerjaan konstruksi Tunnel 1 Kereta Cepat Jakarta-Bandung, di KM 5+500 Tol Jakarta-Cikampek, Bekasi, Selasa (18/05/2021). Foto: BPMI Setpres/Lukas

INDOPOS.CO.ID – Penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai cost overrun (pembengkakan biaya) pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung menuai kontroversi. Lantaran akan membebani negara.

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amin Ak mewanti-wanti pemerintah jangan sampai masuk dalam perangkap utang yang akan membebani keuangan negara.

Peringatannya didasarkan pada sejumlah kejanggalan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sejak proposal proyek disampaikan China medio Agustus 2015 silam.

China menawarkan biaya proyek yang lebih murah dibanding Jepang dan menjanjikan proyek dikerjakan secara business to business (B2B) tanpa perlu jaminan pemerintah.

Pada perjalanannya, semua janji China tidak terbukti dan membuat Indonesia terjebak pada dilema, melanjutkan proyek dengan risiko beban utang makin besar atau menghentikan proyek dengan risiko proyek mangkrak namun tetap membayar utang besar yang sudah terlanjur berjalan.

Sementara menghentikannya juga sulit, selain karena sudah terlanjur menggunakan dana sangat besar, pengerjaan proyek ini sudah melebihi 80 persen.

“Sejak awal studi kelayakan dilakukan pihak China. Sangat aneh jika mereka tidak mampu mendeteksi potensi pembengkakan biaya tersebut. Apakah ini karena kredibilitas dan kualitas studi kelayakan yang rendah atau sebuah jebakan agar ‘proyek rugi’ tersebut tetap berjalan,” kata Amin dalam keterangannya, Jakarta, Senin (3/8/2022).

Kejanggalan lain, dari sisi bisnis, operasional kereta cepat Jakarta Bandung itu sulit untuk balik modal. Dengan menghitung besarnya biaya pembangunan yang membengkak menjadi US$7,9 miliar dari semula hanya US$5,13 miliar, secara hitungan bisnis hampir tidak mungkin bisa kembali modal.

“Dari sudut pandang komersial, jangankan bicara untung, operasionalisasinya di masa depan berpotensi membebani keuangan negara,” kritiknya.

Selain itu, dikaji dari sisi ekonomi, efek ekonomi proyek ini juga sangat minim dan tidak bersentuhan langsung dengan nilai tambah perekonomian rakyat. (dan)

Exit mobile version