Mengatasi Problem Gizi Masyarakat

agung

Agung SS Raharjo, MPA, Analis Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian. Foto: Ist

INDOPOS.CO.ID – Seringkali luput dari perhatian atau memang banyak diantara kita belum mengetahui bahwa setiap tanggal 25 Januari diperingati sebagai Hari Gizi Nasional. Pada tahun 2022 ini diperingati Hari Gizi Nasional ke-62 dengan tema “Aksi Bersama Cegah Stunting dan Obesitas”. Adapun Slogan yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan RI pada peringatan kali ini adalah “Gizi Seimbang, Keluarga Sehat, Negara Kuat”.

Merujuk pada tema dan slogan tersebut, sangat jelas tergambar subtansi persoalan kesehatan ditingkat masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian semua pihak. Stunting dan obesitas merupakan dua kondisi permasalahan kesehatan yang berkenaan dengan asupan gizi. Kedua permasalahan gizi tersebut tidak semata menjadi fokus perhatian pemerintah Indonesia namun juga telah menjadi perhatian dunia global.

Ketercukupan asupan gizi menjadi indikator penting pembangunan sumber daya manusia yang berkesinambungan. Kesehatan bangsa menjadi pertaruhan serius bagi keberlanjutan pembangunan nasional dimasa-masa mendatang. Generasi yang lemah dan rendah secara kualitas akan menghadirkan persoalan besar bagi bangsa dan negara ini. Dan tentunya ini menjadi catatan tersendiri dari sudut pandang ketahanan pangan dan gizi.

Melihat Fakta

Hasil Survei Studi Status Indonesia (SSGI) pada tahun 2021 menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4 persen. Artinya bahwa jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi untuk kasus stunting di negeri ini masih cukup besar. Angka ini jika disandingkan dengan target angka prevalensi dalam RPJM 2020-2024, sebesar 14%, dapat dikatakan masih juah dari yang diharapkan. Melansir dari laman resmi Kemenkes RI, bahwa 1 dari 3 balita di Indonesia menderita stunting di tahun 2021.

Sementara itu terkait dengan permasalahan obesitas ternyata bangsa ini juga menghadapi kondisi yang cukup mengkhawatirkan. Berdasar Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi obesitas pada anak sebesar 8 persen dan pada usia 18 tahun ke atas atau dewasa sebesar 21,8 persen. Angka-angka tersebut jika dibandingkan dengan Riskesdas tahun 2013 mengalami perubahan prosentase.

Untuk obesitas pada anak mengalami penurunan sebesar 3,8 persen sedangkan pada usia dewasa mengalami peningkatan sebesar 7 persen. Mencermati kondisi tersebut tentunya perlu mendapat perhatian yang serius dan intensif dari pemerintah melalui langkah-langkah intervensi penurunan prosentase secara bertahap hingga mencapai target yang diiinginkan.

Intervensi Penyelesaian

Terbukti bahwa permasalahan gizi stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan produktivitas pasar kerja. Hal ini sangat logis untuk dijelaskan, saat kasus stunting ini cukup banyak ditemui maka dari sisi pembangunan manusia dan produktivitasnya tidak dapat dioptimalkan guna mendukung proses pembangunan daerah bahkan nasional.

Negara jelas membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan sehat secara fisik untuk melanjutkan kerja-kerja pembangunan. Dilihat dari pendekatan faktor ekonomi, keberadaan sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Tidak hanya itu, permasalahan stunting juga berkontribusi pada melebarnya kesenjangan ekonomi pada tingkat individu. Pada akhirnya kemiskinan antar-generasi sulit dihindari. Semakin melebarnya gap kesenjangan kemiskinan akan dapat berpengaruh terhadap keseimbangan beragam dimensi kehidupan. Bahkan ini dapat menjadi sebuah lingkaran setan yang tidak berkesudahan. Persoalan kesehatan berkelindan dengan kemiskinan begitu sebaliknya. Saling mempengaruhi satu sama lain dan seolah-olah saling mengikat.

Begitupun dengan persoalan obesitas. Individu yang “tervonis” obesitas terancam dihinggapi berbagai penyakit degeneratif. Dan kondisi ini tentu tidak semata akan merugikan diri sendiri namun juga pada akhirnya membawa dampak bagi keseluruhan siklus kehidupan yang saling berkaitan. Pembangunan, sekali lagi tidak akan menemui keberhasilannya jika berjalan diatas sumber daya yang tidak sehat dan rendah produktivitasnya.

Stunting dan obesitas harus segera ditangani sedemikian rupa. Setidakanya ada beberapa pendekatan yang perlu dilakukan: pertama, pendekatan spasial. Pemenuhan kebutuhan gizi sesuai dengan standard kebutuhan individu harus terpantau dan terevaluasi dengan baik oleh pemerintah. Intervensi program pemantauan harus disusun sedemikian rupa sehingga memberikan informasi yang memadai terkait dengan upaya pencegahan stunting dan obesitas.

Pemetaan wilayah atau keluarga yang berpotensi rendahnya pemenuhan nutrisi sangat penting dilakukan melalui unit-unit kesehatan yang tersebar dipelosok-pelosok negeri. Begitupun juga pemetaan terhadap kondisi masyarakat yang mulai terjangkit dengan obesitas.

Kedua, pendekatan Sosial-kultural. Kantung-kantung kemiskinan perlu mendapat pemantauan yang lebih intens. Selain intervensi kesehatan, menumbuhkan ruang kesadaran akan pentingnya memenuhi kebutuhan gizi yang ideal harus lebih digencarkan. Kemiskinan cenderung lekat dengan persoalan kesehatan dan pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan tentu akan berpengaruh pada sisi pemahaman mereka terhadap konsep ketercukupan gizi dan kesehatan keluarga.

Oleh karenanya membangun pemahaman dan menumbuhkan mind set yang benar di masyarakat adalah bagian yang tidak kalah penting dan mendesak. Nilai dan gaya hidup akan berubah seiring dengan perubahan mind set tentang kesehatan. Pada aspek ini menumbuhkan kader-kader kesehatan menjadi sangat penting dan dibutuhkan.

Ketiga, pendekatan anggaran. Dalam hal ini adalah mengoptimalkan pemanfaatan Dana Desa (DD) dalam mengurangi angka stunting di desa. Salah satu target Sustainable Development Goal’s (SDG’s Desa) adalah mewujudkan Desa Tanpa Kemiskinan dan Kelaparan.

Penggunaan DD, berkenaan dengan target SDG’s tersebut, salah satu kegiatan prioritasnya adalah pencegahan stunting di desa. Diantara wujud kegiatan yang dapat dilakukan adalah: konseling gizi, peningkatan layanan kesehatan ibu dan anak, pembangunan fasilitas air bersih dan sanitasi dan penyediaan makanan sehat sehat dan bergizi untuk ibu hamil, balita dan anak sekolah.

Pemanfaatan DD di dalam upaya pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat tentu akan lebih efektif dan efisien karena dekat dengan objek sasaran. Tentu selain pengupayaan pencegahan stunting, DD dapat dioptimalkan untuk menumbuhkan sistem kesehatan masyarakat yang lebih baik, termasuk penyelesaian permasalahan obesitas.

Hadirnya kualitas kesehatan masyarakat yang semakin membaik menjadi salah satu kunci pembangunan nasional dan daerah yang berkualitas. Semoga pada peringatan yang ke -62 ini, kita jauh semakin menyadari pentingnya kesehatan bagi kualitas kehidupan yang lebih baik. (*)

Penulis adalah Analis Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian

Exit mobile version