INDOPOS.CO.ID – Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar berpendapat, penyataaan Universitas Gadjah Mada (UGM) terkait polemik ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mestinya diutarakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Sehingga dapat dipersetujui.
“Bantahan yang resmi itu di Pengadilan masuk dalam perkara, jika perkara itu perdata maka UGM harus intervensi dalam perkara itu baru bisa diterima bantahannya,” kata Fickar saat dihubungi, Jakarta, Rabu (12/10/2022).
Seharusnya UGM masuk dalam perkara dengan mengajukan intervensi, agar bisa memberikan klarifikasi secara hukum. Penjelasan yang disampaikan di pengadilan, supaya memiliki nilai hukum.
“Bantahan di luar perkara tidak punya nilai apa-apa, sekalipun dikemukakan okeh pihak yang berwenang,” nilai Fickar.
Gugatan tentang ijazah palsu Jokowi saat mendaftar pemilihan presiden (pilpres) 2019 itu dilayangkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat oleh Bambang Tri Mulyono. Gugatan teregister dengan nomor perkara: 595/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu diklasifikasikan perbuatan melawan hukum.
Gugatan tersebut dilayangkan kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) sebagai tergugat II, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) sebagai tergugat III dan Mendikbud Ristek (Dahulu Mendikbud) sebagai tergugat IV.
Rektor UGM Prof. Ova Emilia menyatakan, atas data dan informasi yang dimilikinya mengenai ijazah Presiden Jokowi dan terdokumentasi dengan baik.
“Kami meyakini mengenai keaslian ijazah sarjana (S1) Ir. Joko Widodo dan yang bersangkutan memang lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada,” ucap Ova Emilia saat jumpa pers di Kampus UGM, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (11/10/2022).
Ia menambahkan, Presiden Jokowi, tercatat sebagai alumni Program Studi S1 di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada angkatan tahun 1980.
“Dinyatakan lulus UGM tahun 1985 sesuai ketentuan dan bukti kelulusan berdasarkan dokumen yang kami miliki,” beber Ova.(dan)