INDOPOS.CO.ID – Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menganggap peradilan militer dapat memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban kasus dugaan penganiayaan anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Sebab tindakan tersebut merupakan pidana berat.
Terduga pelaku ialah anggota Paspampres inisial Praka RM dan dua orang lainnya. Mereka diduga menganiaya dan menculik seorang pemuda asal Kabupaten Bireuen, Aceh.
“Bisa lah (menjamin keadilan). Ini kasus kejahatan,” kata Fahmi melalui gawai, Jakarta, Selasa (29/8/2023).
Kasus tersebut belum dapat diadili lewat peradilan umum atau peradilan sipil. Hal tersebut beradar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Apalagi pembahasan revisi peraturan tersebut belum dilaksanakan.
“Mengacu pada UU 34/2004 tentang TNI dan UU 31/1997 tentang Peradilan Militer,” ujar Fahmi.
Saat ini para pelaku sudah ditahan dan diperiksa oleh Pomdam Jaya. Kasus tersebut hukumannya bisa sangat berat. Jika ini adalah perbuatan yang direncanakan, ancamannya jelas hukuman mati.
“Harapan masyarakat kemudian, kita melihat proses hukum yang fair dan memenuhi rasa keadilan,” harapnya.
Kapuspen TNI Laksda Julius Widjojono menegaskan, kasus dugaan penganiayaan tersebut telah menjadi perhatian Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.
“Penganiayaan oleh anggota Paspampres yang mengakibatkan korban meninggal, Panglima TNI prihatin dan akan mengawal kasus ini,” ujar Julius Widjojono saat dikonfirmasi wartawan pada, Senin (28/8/2023).
Perilaku yang dilakukan anggota Paspampres inisial Praka RM itu masuk kategori pelanggaran berat. Apalagi korban dilaporkan meninggal dunia.
“Agar pelaku dihukum berat maksimal hukuman mati, minimal hukuman seumur hidup dan pasti dipecat dari TNI karena termasuk tindak pidana berat, melakukan perencanaan pembunuhan,” ucap Julius. (dan)