Revisi UU 29/2007, Posisi Eksistensi Budaya Betawi Harus Dipertegas

beky mardani

Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), Beky Mardani saat menjadi pembicara pada diskusi kelompok terpumpun (DKT) atau focus group discussion (FGD) di Kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Partai Golkar di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (17/4). Foto: Istimewa

INDOPOS.CO.ID – Sejumlah politisi dan tokoh Betawi dihadirkan dalam diskusi kelompok terpumpun (DKT) atau focus group discussion (FGD) di Kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Partai Golkar di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (17/4).

Beberapa di antaranya Purwanto dari Partai Gerindra, Babeh Ridwan Saidi sebagai tokoh Betawi, serta Beky Mardani selaku Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB). Adapun FGD ini menyoroti perkembangan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007.

Beky menyampaikan, apapun kelak kekhususan Jakarta harus memperhatikan eksistensi masyarakat Betawi selaku masyarakat inti Jakarta. Ini tidak terlepas dari konstitusi dalam Pasal 18B Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

“Eksistensi pelestarian dan pengembangan Budaya Betawi harus dipertegas posisinya dalam revisi UU 29/2007, terutama komposisi secara kelembagaan Betawi harus di perkuat,” ujar Beky kepada media melalui keterangan tertulis, Selasa (19/4/2022).

“Kita sudah memiliki model seperti di Aceh, Papua serta Yogyakarta. Pemerintahan terdiri atas trisula Gubernur selaku eksekutif, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai legislatif sebagaimana lazimnya di setiap pemerintahan daerah,” sambungnya.

Selain itu, Beky menegaskan perlunya Majelis Adat Betawi dalam sistem pemerintahan berdasar revisi UU 29/2007. Majelis Adat Betawi dihadirkan sebagai lembaga adat yang memiliki kewenangan konsultasi dan dapat memberikan pertimbangan kepada pemerintah daerah.

Beky mengatakan, terkait dengan ekonomi juga harus mempertimbangkan kawasan khusus perekonomian budaya. Kalau melihat dan berkunjung ke daerah-daerah, pasti ditemui daerah khusus sentra ekonomi bercirikan budaya atau sentra ekonomi budaya.

Pastinya, revisi UU 29/2007 harus juga memuat sentra ekonomi budaya Betawi di setiap kota madya minimal atau ditingkat kecamatan. Beky menjelaskan, Jakarta bukan saja kota sejarah, ekonomi maupun politik, tapi juga daerah wisata yang banyak dikunjungi oleh masyarakat dari provinsi lain.

“Ini juga untuk menumbuhkembangkan sektor wisata dan ekonomi budaya yang dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku budaya maupun kuliner Betawi,” pungkasnya. (rmn)

Exit mobile version