INDOPOS.CO.ID – Pasca-pemerintah resmi memindahkan ibu kota ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Jakarta menjadi pusat perekonomian dan kota global.
Kepala Biro Tata Pemerintahan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta Fredy Setiawan menjelaskan, Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) merupakan usulan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Dengan pemindahan ibu kota ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara akan mengubah status Jakarta dari ibu kota menjadi pusat perekonomian.
“Jadi Jakarta berubah status dari ibu kota menjadi pusat perekonomian dan kota global,” ujar Fredy, dalam Diskusi Akhir Tahun dengan topik “Kaledioskop Betawi 2023” Pelembagaan Adat dan Kebudayaan Betawi untuk Lepas Landas, yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Betawi dan Keluarga Mahasiswa Betawi, secara virtual, Kamis (28/12/2023).
Diskusi juga menghadirkan Imam Besar Forum Betawi Rempug (FBR) KH Lutfi Hakim, Cendikiawan Betawi N. Syamsudin Ch Haesy, Dekan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Ade Reza Hariyadi, dan Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Betawi (KMB) Ihsan Wildan.
Menurut Fredy, menjadi kota global memiliki parameter, di antaranya ekonomi, pengembangan iptek, interaksi budaya, kemampuan pemenuhan kehidupan yang layak dan lingkungan serta aksesibilitas. Dan secara umum, Jakarta menempati posisi ke-45 dari 48 kota di dunia.
“Secara interaksi budaya Jakarta di posisi ke-40,” bebernya.
London, Tokyo, dan Singapura menjadi tiga kota pembanding. Kota London mengembangkan budaya melalui promosi budaya, sebab memiliki peran pengembangan sumber daya manusia (SDM).
“Tokyo dan Singapura juga demikian. Kota Jakarta bagaimana? Budaya Betawi sebagai budaya Jakarta berpotensi terjadi transformasi akibat adaptasi,” kata Fredy.
“Ini (budaya Betawi) memberi nilai tambah dan memberi ruang kreativitas dan inovasi serta memberi nilai cipta pelaku budaya,” imbuhnya.
Fredy menuturkan, budaya Jakarta memiliki corak yang kaya seperti budaya Betawi yang menjadi budaya inti. Dan budaya Jakarta menjadi simpul keberagaman budaya Indonesia.
“Kami dengan regulasi melakukan pengembangan budaya Betawi di Jakarta. Dan mampu bersaing di kota global, karena memiliki sarana dan prasarana internasional,” ujarnya.
Kemajuan budaya Jakarta, lanjut dia, menjadikan Jakarta menjadi pusat pengembangan budaya nasional. Kemajuan budaya di Jakarta menjaga nilai-nilai budaya yang tumbuh di Jakarta.
“Budaya Jakarta menjadi maju lestari, dan pemajuan budaya Betawi menjadi inti prioritas pemajuan kebudayaan yang dilindungi,” ucap Fredy.
Imam Besar Forum Betawi Rempug (FBR) Kiai Haji (KH) Lutfi Hakim menegaskan, saat ini menjadi momentum budaya Betawi menuju era tinggal landas. Tentu harapannya ke depan, Betawi menjadi lebih baik dan lebih maju.
“Saat ini orang Betawi banyak termarjinalkan secara struktur maupun kultur,” ungkapnya.
Salah satunya kebudayaan, dikatakan dia, untuk memajukan saja sulit apalagi untuk melestarikan. Sebab, kebudayaan bicara lintas generasi.
“Ini membutuhkan dana abadi tidak sekedar dana taktis tahunan,” kata Lutfi.
“Orang Betawi itu tidak masalahkan ibu kota pindah. Yang tidak sepakat itu bukan orang Betawi. Dia tidak tahu menderita kaum Betawi pada saat Jakarta jadi ibu kota,” imbuhnya.
Kaum Betawi, lanjut dia, tidak memiliki kedaulatan budaya. Di mana ruang pengembangan budaya sangat terlalu minim. Sehingga banyak kebudayaan Betawi mati suri.
“Bahkan lebih parah lagi ada yang tidak mampu mengaktifkan lagi budaya,” ucap Lutfi.
“Selama pergantian pimpinan pemerintahan kedaulatan budaya Betawi tidak pernah diperoleh,” imbuhnya.
Lutfi menyebut, usulan lembaga adat dan budaya masuk dalam batang tubuh UU DKJ, akan memberikan legalitas bagi kebudayaan Betawi. Sehingga menjadikan generasi penerus tidak kehilangan jati dirinya.
“Anak cucu kita tidak menjadi enceng gondok yang bisa diombang-ambingkan karena kehilangan jati diri,” ungkapnya.
“Kami sepakat bahwa budaya Betawi itu bukan saja inti tapi juga ruh budaya Jakarta. Dan ini berkaitan juga dengan ketahanan nasional,” tambahnya.
Sementara Cendikiawan Betawi N. Syamsudin Ch Haesy mengatakan, ada dua hal penting dalam pokok pikiran draf RUU DKJ. Hal mendasar tersebut di antaranya mengenali kaum Betawi.
Sebab, menurut dia, selama ini masyarakat Betawi terpinggirkan dari pusat pemerintahan. Bahkan sampai terjadi pergantian pimpinan pemerintahan hingga saat ini.
“Tidak ada (pemerintah) yang mengenali kaum Betawi secara fokus dan jernih. Akibatnya, tidak memahami kaum Betawi,” kata Syamsudin.
Sementara, lanjut dia, secara historis kaum Betawi memberikan kontribusi besar kepada bangsa ini. Serta pada nilai-nilai yang berkembang pada negara. Mulai dari ideologi inti hingga pergerakan perjuangan kemerdekaan itu sendiri.
“Merujuk 1950 saat RIS (Republik Indonesia Serikat), Muhammad Natsir sebagai Ketua Masyumi itu selalu berdialog dengan tokoh Betawi, yakni Kiai Nur Ali. Dari dialog-dialog keduanya, Muhammad Natsir mendapatinspirasio mengajukan Mosi Integral di parlemen untuk menegaskan Negara Republik Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ungkap Syamsudin.
Ia menyebut ada empat hal yang harus dilakukan saat melakukan perubahan. Yakni merumuskan hal yang berkaitan pendidikan, kebudayaan, ekonomi, dan kualitas manusia.
“Lembaga Adat Betawi itu menjadi sangat penting dalam batang tubuh UU DKJ. Hal ini untuk mengenali kekhususan Jakarta itu apa,” kata Syamsudin.
“Dalam RUU hanya lebih fokus pada ekonomi saja,” imbuhnya.
Syamsudin mengatakan, penting sekali adanya reorientasi budaya Betawi. Sebab, kehidupan bergerak ke masa depan. Sehingga semua hal terkait dimensi budaya Betawi harus diangkat. Sebab selama ini masyarakat Betawi dininabobokan kearifan budaya Betawi.
“Betawi itu memiliki kecerdasan budaya. Apa itu? Orientasi berpikir bergerak ke depan,” terangnya.
“Apa buktinya, para pendahulu kita telah memikirkan untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan keagamaan dan sekarang menjadi lembaga pendidikan umum,” lanjutnya.
Sedangkan, Dekan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Ade Reza Hariyadi mengatakan, penerapan desentralisasi asimetris seperti di Provinsi Papua dan Aceh, merupakan perlakuan pemerintah untuk mengatasi konflik.
“Asimetris di mana? Perlakuan kearifan lokal di Papua dengan orang asli Papua dan Aceh dengan penerapan syariah Islam,” ungkapnya.
Ade melanjutkan, soal hak-hak masyarakat lokal. Dengan demikian masyarakat lokal jadi peran utama pada perencanaan pembangunan dan juga menikmati hasil pembangunan.
“Ini yang diterapkan pada asimetris disentralisasi,” ucapnya.
Lalu, lanjut dia, penerapan kepada Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pemberlakuan asimetris desentralisasi dengan memperhatikan kearifan lokal, peran sejarah. Dengan kekhususan pembentukan pemerintahan DIY. Di mana gubernur dan wakil gubernur tidak melalui proses pemilihan.
“Ini bisa bisa menjadi model pada penerapan disentralisasi asimetris. Dan Jakarta juga disentri asimetris, karena status ibu kota negara. Kalau saya mengusulkan Gubernur dan Wakil Gubernur melalui proses pemilihan,” jelas Ade.
“Kalau status itu dicabut, apakah akan menerapkan disentralisasi asimetris atau menerapkan Jakarta seperti provinsi lain,” imbuhnya.
Ade menegaskan, Jakarta harus tetap diberlakukan sebagai daerah otonomi khusus. Karena, secara kesejarahan dan juga historis, Jakarta berbeda dengan kota lainnya.
“Peran strategis Jakarta selama ini jadi episentrum cukup kuat untuk jadi pertimbangan Jakarta jadi daerah otonomi khusus,” tuturnya.
Lalu kekhususan tersebut, menurut Ade, bisa melihat dari Papua, dengan mengafirmasi kearifan lokal yang dimiliki oleh Jakarta. Dengan memperhatikan konsepsi kultur, sosiologi dan historikal Betawi.
“Tantangan kita adalah bagaimana menjelaskan Betawi sebagai entitas budaya dan entitas sosiologi. Dan berhak mendapatkan afirmasi saat Jakarta jadi otonomi khusus,” terangnya.
“Sebetulnya Betawi menjadi tuan rumah di Jakarta, tapi perkembangan suka tidak suka masyarakat tergeser dari pusat ekonomi, pusat ilmu pengetahuan,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Betawi (KMB) Ihsan Wildan mengatakan, waktu pengesahan RUU DKJ sudah sangat singkat. Namun demikian tetap harus dikawal hingga disahkan.
“Sangat beruntung semua para sesepuh adat Betawi sudah menyusun draft RUU DKJ,” ujarnya.
Ia menuturkan, dari draft tersebut dirumuskan ideal representasi wajah Betawi Jakarta.
“Kami mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada para senior kita yang sangat open (perhatian) dan peduli terhadap masa depan kita,” ungkap Ihsan.
Ia mengatakan, pasal-pasal dalam RUU DKJ perlu diperjuangkan. Karena, RUU merepresentasi masyarakat Betawi.
“Setiap daerah memiliki ciri khas sendiri. Demikian pula Betawi, harus diperjuangkan. Karena memiliki nilai yang menjadi panduan bagi kaum muda,” kata Ihsan.
“Kaum Betawi tidak boleh termarjinalkan secara regulasi, harus memiliki legitimasi secara hukum,” imbuhnya.
Ihsan menambahkan, masyarakat Betawi harus mengawal penuh RUU DKJ hingga disahkan. (nas)