Kasus TPPO, Polda Lampung Tetapkan Dua Tersangka

tppo

Direktur Kriminal Umum Kepolisian Daerah (Polda) Lampung, Komisaris Besar Polisi Reynold Elisa P Hutagalung (ketiga dari kiri) saat konferensi pers pengungkapan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO), di Mapolda Lampung, Rabu (9/3/2022). Foto: Istimewa

INDOPOS.CO.ID – Kepolisian Daerah (Polda) Lampung menetapkan tersangka oknum aparatur sipil negara (ASN) Lampung Tengah berinisial SPA (48) atas kejahatan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Selain SPA, polda juga menetapkan tersangka LW (31), warga Ponorogo, Jawa timur.

Pengungkapan kasus itu pertama kali berlangsung di Jalan Seokarno-Hatta, Labuhan Dalam, Tanjungsenang, Kota Bandar Lampung pada Minggu, 15 Januari 2022.

SPA yang merupakan dalang perdagangan manusia itu akan mempekerjakan sembilan orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal atau non-prosuderal ke Singapura. Kesembilan PMI rata-rata berasal dari Lampung Timur yakni RPS, SK, S, RF, TA, SP, ES, EW, dan YWN.

Direktur Kriminal Umum Kepolisian Daerah (Polda) Lampung, Komisaris Besar Polisi Reynold Elisa P Hutagalung mengatakan, sembilan orang tersebut diimingi gaji besar jika ditotal mencapai Rp5,8 juta. Dengan gaji tersebut tersangka SPA berhasil membuat para korban tergiur dan percaya.

“Pengungkapan kasus TPPO ini merupakan hasil kerja sama antara Polri dengan instansi Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), maupun Imigrasi,” ujar Reynold saat menggelar konferensi pers di Mapolda Lampung, Rabu, 9 Maret 2022.

Turut hadir dalam konferensi Pers terkait TPPO Jaringan Lampung-Ponorogo-Jakarta-Singapura tersebut yakni Aprilianti (Anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung); Iqbal Rifai (Imigrasi Kediri, Jawa Timur); Amrullah (Imigrasi Kota Bumi, Lampung Utara); Helmi Hadi (Disnaker Provinsi Lampung) dan Muhammad Maidi (BP3MI Provinsi Lampung).

Reynold menjelaskan peran masing-masing tersangka mulai dari menfasilitasi hingga merekrut dan mengirim para korban ke Singapura.

Seperti halnya tersangka SPA, sebagai ASN dirinya terbukti telah memfasilitasi pihak perusahaan imigran dalam hal ini PT. Bhakti Jaya Persada (BJP) guna mempekerjakan calon PMI secara inprosedural.

“Dia yang membiayai para korban berangkat ke Jawa Timur sebelum ke Singapura, dan merekrut serta mengiming-imingi uang,” katanya.

Sementara LW, merupakan Kepala Unit Unit Pelaksana Teknis Balai Latihan Kerja (UPT BLK) Cabang Ponorogo juga membantu perekrutan calon korban, dan memberikan pelatihan selama satu bulan kepada para korban sebelum diberangkatkan ke Singapura.

“Kesembilan korban calon PMI ini rencananya akan dipekerjakan ke luar negeri yaitu, Singapura dengan cara membawa, mengirim, menampung sebelum akhirnya dikirim ke negara tujuan dengan cara-cara non-prosedural,” ujar Reynold.

Kedua tersangka bakal dijerat Pasal 2 Undang-Undang (UU) RI No. 21 Tahun 2007 Jo Pasal 55 KUHP atau Pasal 56 KUHP atau Pasal 4 UU RI No. 21 Tahun 2007 Jo Pasal 55 KUHP. Keduanya juga dapat dipersangkakan Pasal 55 KUHP atau Pasal 56 KUHP atau Pasal 10 UU RI No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) maksimal 15 tahun penjara.

Sementara Kepala Kantor Imigrasi Kota Bumi, Amrul mengatakan, sembilan paspor melakukan pengajuan paspor izin kunjungan atau wisata ke Singapura, bukan sebagai izin pekerja.

Oleh karena itu, pihaknya sangat mendukung penuh Polda Lampung dalam mengungkapkan tindak pidana serupa dan berharap agar upaya non prosedural tersebut tidak kembali terulang di Provinsi Lampung.

“Terkait paspor, dari hasil pengakuan dan wawancara mereka hanya ingin kunjungan atau wisata. Jika mereka ingin bekerja, maka wajib melampirkan rekomendasi dari Disnaker untuk menjadi pekerja imigran sesuai ketentuan,” katanya. (dam)

Exit mobile version