Perundungan pada Anak Jadi Tanggung Jawab Semua Pihak

perundungan

Psikolog Universitas Indonesia Diennaryati Tjokrosuprihatono memberikan keterangan soal pencegahan perundungan dalam webinar Yayasan Psikologi Unggulan Indonesia (YPUI). (Aplikasi Zoom)

INDOPOS.CO.ID – Psikolog Universitas Indonesia Diennaryati Tjokrosuprihatono menyatakan, perundungan maupun kekerasan pada anak merupakan tanggung jawab semua pihak. Semua unsur dalam masyarakat dapat mencegah tindakan tersebut.

Penyebab perundungan ialah karena anak kurang mempunyai perilaku prososial, yaitu kurangnya kemampuan anak memberikan manfaat dan membuat nyaman orang. Itu sebenarnya hasil pembelajaran dari keluarga, sekolah dan masyarakat.

“Jadi, tanggung jawab bukan hanya pada orang tua atau keluarga saja, tapi juga terkait pada sekolah dan juga masyarakat,” kata Diennaryati dalam webinar Yayasan Psikologi Unggulan Indonesia (YPUI) bertajuk perundungan tanggung jawab siapa? bagaimana menangkalnya? di Jakarta, Jumat (2/9/2022).

Tanggung jawab orang tua terutama pada pembentukan sikap, kebiasaan dan karakter anak, sangat tergantung dari pola asuh orang tuanya.

Ia mengemukakan, ada delapan hal perlu di perhatikan orang tua dalam mendidik anak. Di antaranya, kasih sayang, keteladanan, komunikasi dua arah, kenyamanan, kebersamaan, kesempatan, keunikan anak, keadilan.

“Dengan melaksanakan ini, maka akan dihasilkan anak dengan wellbeing yang baik,” tuturnya.

Agar anak tidak terlibat perundungan, baik yang dirundung maupun yang merundung, wellbeing seorang anak harus diperhatikan. “Anak harus merasa bahagia, mempunyai tingkat stress yang rendah, sehat secara fisik dan mental serta mempunyai kualitas hidup yang baik,” imbuhnya.

Head of School Counselor Department dari Sekolah Bina Nusantara (Binus) Anissa Samantha berpandangan, iklim sekolah yang positif, aman dan nyaman sangat penting mencegah perundungan.

“Perilaku guru dan aparat sekolah dalam kehidupan sehari-hari, harus merupakan teladan dan contoh pembelajaran bagi anak,” ucap Anissa.

Kepekaan sosial-emosional harus diajarkan sejak tingkat sekolah yang paling dini, dan harus terintegrasi dalam mata pelajaran. Sekolah pun harus banyak menyelenggarakan kegiatan kolaboratif melibatkan Komunitas sekolah.

“Anak-anakpun harus memahami aturan-aturan sekolah dan sanksinya termasuk tentang perundungan, dan menjalankannya secara konsisten,” imbuh Anissa. Namun. sekolahpun melakukan pendekatan konseling bagi yang dirasakan perlu. (dan)

Exit mobile version