Jika Dipaksakan, Analog Switch Off Justru Jadi Tv Switch Off

Jika Dipaksakan, Analog Switch Off Justru Jadi Tv Switch Off - aso - www.indopos.co.id

Kuasa hukum Lombok TV, Gede Aditya Pratama memberikan keterangan sehubungan dengan acara Hitung Mundur Analog Switch Off (ASO) Jabodetabek. Foto: Istimewa

INDOPOS.CO.ID – Pemerintah dinilai melakukan pembangkangan jika analog switch off (ASO) tetap dilakukan, sebelum adanya revisi Undang-Undang Penyiaran atau Undang-Undang Cipta Kerja. Mengingat permohonan uji materil terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran dikabulkan Mahkamah Agung (MA).

Pasal 81 ayat (1) PP Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran yang dibatalkan MA berbunyi “LPP, LPS, dan/atau LPK menyediakan layanan program siaran dengan menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing”.

“Itu artinya bersiaran dengan cara menyewa slot multipleksing tidak dapat dilakukan dan apabila dilakukan adalah perbuatan melawan hukum,” kata Kuasa hukum Lombok TV, Gede Aditya Pratama di Jakarta, Rabu (2/11/2022).

Hanya lembaga penyiaran penyelenggara multipleksing yang bisa bersiaran, sedangkan lembaga penyiaran bukan penyelenggara multipleksing sudah tidak dapat bersiaran karena tidak dimungkinkan lagi bersiaran dengan cara menyewa slot multipleksing.

Namun, pemerintah melalui jumpa pers yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) baru-baru ini menyampaikan, ASO akan tetap dilaksanakan 2 November 2022 di 222 kabupaten/kota, termasuk di dalamnya wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang terdiri dari sembilan kabupaten/kota.

Bahkan Kemkominfo menyelenggarakan Hitung Mundur ASO malam ini. Menanggapi pemberlakuan ASO yang dipaksakan tersebut, Gede Aditya mengingatkan Kemkominfo memperhatikan dan mematuhi Putusan MA.

Bukan justru memaksakan migrasi ke siaran TV digital, padahal sewa slot multipleksing sudah tidak dapat lagi dilakukan karena dasar hukumnya sudah dibatalkan oleh MA.

“Justru kalau Kemkominfo menyuruh Tv-Tv bersiaran dengan cara menyewa slot multipleksing, berarti Kemkominfo menyuruh bersiaran dengan cara melawan hukum karena jelas-jelas MA sudah membatalkan aturan mengenai bersiaran dengan cara menyewa slot multipleksing,” nilai Gede Aditya.

Pascaputusan MA, model bisnis multipleksing menjadi tidak bisa dilaksanakan karena tv-tv yang bukan penyelenggara multipleksing tidak bisa menyewa slot multipleksing.

Terlebih norma yang mengatur sewa slot multipleksing untuk menyediakan layanan program siaran sebagaimana diatur pada Pasal 81 ayat (1) PP Nomor 46/2021 telah dibatalkan dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh MA.

Sebaliknya, tv-tv penyelenggara multipleksing tidak bisa lagi menyewakan slot multipleksing.

“Jangan sampai pemberlakuan Analog Switch Off, justru menjadi TV Switch Off karena banyak TV tidak bisa siaran,” kritik Gede Aditya.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Gilang Iskandar menegaskan kesiapan ASO semestinya memperhatikan kesiapan masyarakat.

Mengutip survei Nielsen di 11 kota per 27 September 2022, Gilang mengatakan hanya 39 persen warga siap ASO, sehingga banyak warga akan kehilangan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan informasi. Bahkan di Jakarta, cuma 22 persen penduduk yang memiliki pesawat televisi yang bisa menangkap siaran digital.

“Jadi kesiapan ASO mesti dilihat dari kepemilikan pesawat TV yang bisa menerima siaran digital. Bukan pada sikap atau pernyataan siap yang masih bersifat ‘akan’,” tutur Gilang Iskandar secara terpisah. (dan)

Exit mobile version