Bacakan Pledoi, Surya Darmadi Merasa Diperlakukan Tak Adil oleh Kejaksaan

surya

Surya Darmadi yang duduk di kursi pesakitan membaca nota pembelaan atau pledoi di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (16/2/2023). Foto/ indopos.co.id

INDOPOS.CO.ID – Terdakwa Surya Darmadi menilai telah diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi karena dijerat hukum kasus korupsi dan pencucian uang dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit.

Hal itu diungkapkan saat membaca nota pembelaan atau pledoi di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (16/2/2023).

“Saya diduduki menjadi terdakwa seperti mimpi di siang bolong yang tak pernah saya bayangkan akan menimpa hidup saya. Sementara di luar sana, orang tahu bahwa saya adalah pengusaha yang tak pernah bermasalah dengan hukum dan perusahaan yang saya kelola khusus perkebunan termasuk salah satu yang terbaik di Indonesia,” ujar Surya Darmadi membacakan pledoi yang berjudul ‘Mengapa saya diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi’.

Nota pembelaan itu dibacakan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum, di mana Pemilik PT. Duta Palma Group Surya Darmadi dituntut dengan hukuman pidana penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar subsider pidana kurungan selama 6 bulan.

Selain hukuman tersebut, Surya Darmadi diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp4.798.706.951.640,00 dan USD7,885,857.36 dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300.000.

Surya Darmadi mempertanyakan tuntutan Jaksa Penuntut Umum itu, Dia mengaku sudah mengelola perkebunan sekitar 26 tahun tanpa menghadapi masalah. Apalagi, kata dia, surat dokumen yang dimiliki tidak pernah dinyatakan cacat hukum dan dibatalkan.

“Saya merasa kaget tiba-tiba diekspos media. Sekitar bulan Juli 2022, tanpa saya mengetahui duduk masalah sebenernya, dikatakan saya mega koruptor, merugikan negara sebesar Rp 104 triliun. dengan alasan saya melakukan usaha dan memasuki kawasan hutan secara ilegal yaitu di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, kejaksaan menyatakan perusahaan milik Surya Darmadi mendapatkan keuntungan Rp 600 M per bulan atau Rp 7,2 T per tahun. Lalu uang ditransfer ke luar negeri untuk melakukan pencucian uang. Sementara itu, kata dia, selama persidangan tak ada satu bukti pun yang dapat mendukung hal itu. Padahal, dia menyebut keuntungan laba perusahan saya non HGU, hanya Rp 210 miliar.

Selain itu, diungkapkan juga oleh jaksa kelima perusahaan milik Surya Darmadi tak memiliki izin. Padahal dia menegaskan, lima perusahaan memperoleh perizinan yang lengkap, sah, dan tak pernah dibatalkan. “Tentu berita ini membuat saya tidak percaya, mencari informasi, apa gerangan yang terjadi, ada apa mengapa berita dibuat bombastis ? apa semata-mata untuk pencitraan,” tuturnya

Selama ini, dia merasa telah menjadi korban tindak kesewenang-wenangan. Bahkan, pemberitaan soal penegakan hukum membuat dirinya merasa diskreditkan. “Pada saat pemberitaan tersebut, saya sedang berada di luar ngeri, dengan itikad baik karena tidak benar berita tersebut, saya datang kembali ke Indonesia menghadapi, mengklarifikasi sekaligus mengikuti proses hukum yang dituduh pada saya,” tuturnya.

Surya Darmadi mengungkap fakta kejaksaan mengintimidasi staf legal PT Palma Satu, David Simanjuntak, saat melakukan upaya penggeledahan di perusahaan miliknya pada 2022 lalu

David Simanjuntak, ditetapkan tersangka dalam perkara korupsi menghalangi atau merintangi, baik secara langsung atau tidak langsung, terkait penyidikan kasus Duta Palma Group di Kabupaten Indraguru Hulu.

Kini, David Simanjuntak disidang karena diduga melanggar Pasal 21 UU Tipikor dengan tuduhan menghalang-halangi proses penyidikan

“Dengan fakta tersebut apabila sejak awal perkara ini diproses saya percaya penyidikan yang dilakukan oleh kejaksaan akan batal secara hukum dikarenakan mengenai memasuki kawasan hutan sudah diakomodir diselesaikan melalui Undang-Undang Cipta Kerja,” kata Surya Darmadi.

Jika mengacu pada Pasal 110 A dan 110 B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menyebut bahwa lahan usaha yang berada di kawasan hutan diberi waktu tiga tahun hingga 2023 untuk mengurus perizinan pelepasan kawasan hutan.

Masih mengacu Pasal 110 A dan 110 B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, pemilik usaha diberikan waktu tiga tahun menyelesaikan perizinan dan pelanggaran atas ketentuan itu hanya dikenakan sanksi administratif.

Untuk itu, Surya Darmadi meminta agar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) diterapkan supaya tidak terjadi tumpang tindih aturan. “Ini negara hancur kalau UU Ciptaker tidak diberlakukan dan tumpang tindih (aturan,-red),” ujar Surya Darmadi. (ibs)

Exit mobile version