OC Kaligis Minta Jaksa Agung Awasi Perkara Korupsi Anak Usaha Telkom

oc

INDOPOS.CO.ID – Tim penasihat hukum Heddy Kandou (TPHHK) meminta Jaksa Agung berikut jajarannya serta Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat agar mengawasi perkara dugaan pengadaan barang dan jasa fiktif di anak Perusahaan PT Telkom Group. TPHHK melihat ada tebang pilih dalam penetapan tersangka dan setelah mencermati berita acara saksi menemukan fakta bahwa pelaku utama yang justru sangat aktif dalam pengurusan proyek Telkom, dalam perkara a quo, terkesan dilindungi oleh Jaksa Penuntut Umum.

Hal tersebut diungkapkan Koordinator TPHHK, Otto Cornelis Kaligis dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (3/11/2023). Menurut Kaligis, pihaknya memohon kepada Jaksa Agung, Jamwas dan Ketua PN Jakarta Pusat melakukan pengawasan perkara anak perusahaan PT Telkom Group ini, agar terjadi Fair Trial dalam persidangan pemeriksaan perkara ini.

“Dalam perkara klien kami, setelah melihat dan mencermati BAP (berita acara pemeriksaan) saksi-saksi, ternyata pelaku utama, yang justru sangat aktif, dalam pengurusan proyek Telkom dalam perkara a quo, dilindungi oleh Jaksa Penuntut Umum,” katanya. Disebuty ada tebang pilih dalam penanganan perkara di mana PM (Direktur Operation PT QT), sebagai pihak yang sangat aktif dalam proses pengurusan dokumen-dokumen, berkomunikasi serta proses pelaksanaan proyek pengadaan barang dengan Divisi Enterprise Service (DES) PT. Telkom justru hanya berstatus sebagai saksi.

Keyakinan Kaligis bahwa PM adalah pelaku utama dalam kasus ini, terlihat dari keterangan lima saksi dalam BAP Saksi, yang menjelaskan peran PM dalam kasus tersebut.

“Dalam keterangan saksi Moch. Rizal Otoluwa pada 7 September 2023, secara jelas menerangkan bahwa “semua pembahasan terkait kontrak dan lainnya dengan PT Telkom adalah PM, saya hanya menandatangani kontrak yang disodorkan oleh PM. Yang melakukan pembicaraan adalah PM dan pihak Telkom’,” kata Kaligis.

“Selain itu dalam BAP Moch. Rizal Otoluwa diterangkan, …‘setahu saya ada pemberian PM kepada Elisa Danardono (Donny/Sales Specialist PT. Telkom Telstra) berupa cek Bank BCA sebanyak 2 (dua) kali yang nilainya sekitar Rp. 400.000.000,- dan Rp. 200.000.000,- namun saya tidak tahu apakah hal tersebut dapat dikategorikan pemberiaan (fee), karena PM memberitahu kepada saya untuk pembayaran’,” tukas Kaligis.

Sama dengan keterangan Moch. Rizal Otoluwa, saksi Stefanus Suwito Gozali (Direktur PT. QT) juga menerangkan peran aktif PM dalam perkara tersebut.

“Dalam keterangan saksi Stefanus, diterangkan, ’…Saya juga tidak mengikuti secara langsung proyek tersebut, karena terkait financing ini PM yang berkomunikasi dengan Telkom’ dan diterangkan juga di BAP no.28, ‘..Sepengetahuan saya mekanisme ini pembahasannya dilakukan oleh pihak Telkom dengan PM’,” terang Kaligis.

Demikian juga dengan keterangan sejumlah saksi lain seperti Syelina Yahya (SPV Finance PT. QT) dan saksi Rinaldo (Dirut PT ITS) secara gamblang diterangkan peran nyata dan aktif PM dalam kasus tersebut.

Dari keterangan kelima saksi tersebut, kata Kaligis, terlihat jelas peran PM sebagai pihak yang aktif dalam proses pengurusan dokumen serta proses pelaksanaan proyek pengadaan barang antara PT. QT dengan Divisi Enterprise Service (DES) PT. Telkom. “Informasi yang kami peroleh ada dugaan PM dilindungi oleh JPU maka hanya dijadikan saksi dalam perkara a quo,” ujar Kaligis.

Diterangkannya, kliennya (Heddy Kandou) sudah mengundurkan diri dari PT. Quartee Technologies, sejak awal tahun 2017, atau tepatnya sejak Februari 2017. “Sehingga klien kami tidak terlibat dalam proyek Telkom sebagaimana didakwakan oleh JPU.

Diterangkannya, kliennya (Heddy Kandou) tidak ikut terlibat dalam proyek Telkom, bahkan tidak ada satu pun dokumen-dokumen termasuk perjanjian kerjasama sengan PT. Telkom yang ditandatangani oleh kliennya. (srv)

Exit mobile version