INDOPOS.CO.ID – Koordinator Tim Penasehat Hukum Heddy Kandou, Otto Cornelis Kaligis, menegaskan dakwaan terhadap kliennya, Heddy Kandou, salah dan ada unsur memutarbalikkan fakta. Untuk itu, dia meminta majelis hakim menjadikan fakta hukum yang sebenarnya sebagai pertimbangan.
Diketahui, Heddy menjadi terpidana korupsi dalam kasus pengadaan barang dan jasa antara PT. Interdata Teknologi Sukses dengan PT. PINS Indonesia, PT. Telkom Telstra, dan PT. Infomedia Nusantara, periode tahun 2017-2018, senilai Rp 232 miliar.
Menurut Kaligis, ada sosok lain yaitu, PM, yang seharusnya yang bertanggung jawab atas kasus tersebut.
Sebab, kata Kaligis, dari keterangan 11 saksi dalam perkara tersebut, semua saksi, mengatakan bahwa PM sendirilah, yang melakukan pengurusan barang dan jasa, tanpa perintah terdakwa Heddy Kandou.
“Terdakwa pun baik di persidangan, maupun pembelaan pribadi terdakwa, tidak pernah mengakui bahwa terdakwalah yang menyuruh PM untuk melakukan pengurusan barang dan jasa. Replik JPU mengenai tuntutan bahwa terdakwalah yang menggerakkan PM untuk melakukan pengurusan barang dan jasa, bukan saja fitnah, tetapi memutarbalikkan fakta hukum sesuai Pasal 185 (1) KUHAP,” ujar Kaligis.
Ditambahkannya, keterangan 11 Saksi dan BAP terdakwa Heddy Kandou, bila menjadi pertimbangan majelis hakim, cukup untuk membuktikan mengenai unsur pengadaan barang dan jasa, yang sama sekali, tidak dilakukan oleh terdakwa Heddy Kandou.
“Saat melakukan penggeledahan barang bukti pun, Jaksa menyalahi ketentuan Pasal 129 KUHAP. Mestinya penggeledahan barang bukti untuk Tersangka Heddy Kandou disaksikan oleh Heddy Kandou, bukan PM,” ujar Kaligis dalam dupliknya yang dibacakan di depan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, pada Rabu (7/2/2023).
“Beranikah Yang Mulia Majelis Hakim mempertimbangkan sebelas keterangan saksi, keterangan terdakwa Heddy Kandou dan penyitaan barang bukti yang menyalahi KUHAP?,” tukas Kaligis.
Mengenai Kerugian Negara, Seharusnya Melalui Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Dalam Dupliknya, Kaligis juga mengutip keterangan dua ahli keuangan, Dr. Eko Sembodo, SE., MM., MAk., CFrA dan Prof. Dr. Dadang Suwanda, S.E., MM., MAk, Ak, CA, yang berpendapat bahwa audit investigasi JPU, tidak memenuhi standar audit, tidak dapat diyakini (diragukan) kebenarannya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Karena faktanya terdakwa tidak pernah dikonfirmasi dan diklarifikasi mengenai angka-angka kerugian negara, dan hanya BPK yang punya wewenang menentukan kerugian negara. SEMA No. 4 Tahun 2016 pun mengharuskan adanya perhitungan BPK dalam menghitung kerugian negara,” tegas Kaligis.
Ditambahkannya, JPU telah mengaburkan fakta persidangan dengan mempelintir kesaksian para saksi di persidangan, hanya untuk memaksakan tuntutannya terhadap terdakwa.
“Mencermati dalil-dalil JPU dalam Repliknya, terdapat beberapa dalil yang tidak sesuai dengan fakta persidangan atau dengan kata lain para saksi yang bersangkutan, sama sekali tidak pernah memberikan pernyataan demikian,” ujar Kaligis. (ibs)