INDOPOS.CO.ID – Tim Penasehat Hukum Heddy Kandou (TPPHK) berkirim surat ke Kepala Kejari (Kajari) Jakarta Barat agar mengawasi jalannya proses pidana dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa yang melibatkan anak usaha PT Telkom di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam kasus tersebut melibatkan PT. Interdata Teknologi Sukses dengan PT. PINS Indonesia, PT. Telkom Telstra, dan PT. Infomedia Nusantara, tahun 2017-2018, senilai Rp 232 miliar. Surat dikirimkan agar jaksa penuntut umum tidak melakukan tebang pilih dalam kasus tersebut supaya tercipta fair trial.
Menurut Koordinator TPPHK, Otto Cornelis Kaligis, surat tersebut ditembuskan ke Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda Pengawasan, Kepala Kejati DKI Jakarta, Jaksa Penuntut Umum Perkara No. 85/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jkt.Pst, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Majelis Hakim.
Dijelaskannya, dalam perkara yang menjadikan kliennya Heddy Kandou sebagai terdakwa, bahwa pelaku utama dalam perkara ini yang justru sangat aktif dalam pengurusan proyek Telkom dalam perkara a quo itu, terkesan dilindungi oleh jaksa.
“Saksi PM, sebagai pihak yang sangat aktif, dalam proses pengurusan dokumen-dokumen, berkomunikasi aktif dalam proses pelaksanaan proyek pengadaan barang antara PT. Quartee Technologies dengan Divisi Enterprise Service (DES) PT. Telkom, sampai dengan saat ini masih berstatus sebagai saksi,” ujar Kaligis.
Misalnya saksi Rizal Otoluwa (Direktur PT. QuarteeTechnologies), di BAP tertanggal 7 September 2023, menjelaskan bahwa PM adalah pihak yang aktif dalam pembahasan kontrak antara PT. Quartee dengan PT. Telkom.
Bahkan dalam BAP No.23, saksi Rizal juga memberikan keterangan tentang pemberian uang dari PM ke Sales Specialist PT. Telkom Telstra senilai Rp. 400 juta dan Rp. 200 juta sebagai pembayaran atau fee proyek.
Senada dengan Rizal, saksi Stefanus Suwito Gozali (saat itu Komisaris PT. Quartee Technologies) pada juga memberikan keterangan bahwa mekanisme financing pembahasannya dilakukan oleh pihak Telkom dengan PM. Termasuk saksi Syelina Yahya (SPV Finance PT. Quartee Technologies), bahwa dia diperintahkan PM untuk berkomunikasi dan memenuhi permintaan data dari PT PINS, PT Telkom Telstra dan PT Infomedia Nusantara. “Semua keterangan diberikan saksi didepan persidangan di bawah sumpah,” ungkap Kaligis.
Saksi-saksi lain, Rinaldo (Dirut PT. Interdata Technologies Sukses) dan saksi Sosro H Karsosoemo (karyawan BUMN Telkom) juga menerangkan peran aktif PM dalam pengurusan dokumen dan pelaksanaan proyek bermasalah tersebut.
“Sudah jelas pelaku utama di dalam perkara a quo adalah PM,” tegas Kaligis.
Ditambahkannya, perlu diketahui bahwa Heddy Kandou, kliennya, telah mengundurkan diri sejak awal tahun 2017, tepatnya sejak Februari 2017.
“Sehingga klien kami tidak terlibat dalam proyek Telkom, sebagaimana didakwakan oleh JPU.
Adapun uang yang ditransfer dari rekening PT. Quartee Technologies ke rekening Heddy Kandou maupun PT. Haka Luxury adalah pembayaran hutang PT. Quartee Technologies kepada Ibu Heddy Kandou dan juga PT. Haka Luxury,” kata Kaligis.
Ditegaskannya, kliennya tidak ikut terlibat dalam proyek Telkom, bahkan tidak ada satu pun dokumen-dokumen termasuk perjanjian kerjasama antara PT Quartee dengan PT. Telkom yang ditandatangani oleh kliennya.
Selain hal tersebut diatas, kata Kaligis, Kejari Jakarta Barat juga menyita aset-aset milik Heddy Kandou, disaat berkas perkara kliennya, telah dinyatakan P-21, bahkan Surat Dakwaan tertanggal 14 September 2023, sudah diterima oleh kliennya.
“ Fakta ini menunjukkan bahwa aset-asset tersebut memang tidak ada hubungannya dengan perkara a quo,” ungkap Kaligis.
Atas dasar tersebut, Kaligis mengajukan permohonan agar pelaku utama, PM, dijadikan tersangka dalam perkara a quo.
“Mohon dilakukan pengawasan dalam pemeriksaan perkara a quo, agar terjadi pemeriksaan yang imbang (fair trial) karena kelihatannya klien kami mau dikorbankan. Mohon agar penyitaan aset-aset milik klien kami yang dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21) dan tidak masuk dalam Surat Dakwaan JPU, untuk dikembalikan kepada klien kami,” pungkas Kaligis.
Sebelumnya, Kaligis juga berkirim surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memohon agar persidangan perkara No. 85/PID.SUS-TPK/2023/PN.JKT.PST, diawasi, dengan alasan ada tebang pilih dalam penanganan perkara.
Seperti diketahui, Kejari Jakarta Barat telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi barang dan jasa senilai Rp 236 miliar, di anak usaha Telkom Group. Dari delapan tersangka, sebanyak enam orang sudah berstatus terdakwa dan kasusnya mulai disidangkan di PN Jakarta Pusat. Dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa tersebut terjadi pada tahun 2017. (ibs)