INDOPOS.CO.ID – Sebaiknya pembangunan fisik yang begitu gencar di Ibu Kota Negara (IKN) tidak melupakan pemajuan kebudayaan. Pernyataan tersebut diungkapkan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian dalam keterangan, Sabtu (11/11/2023).
Ia menuturkan, banyak komunitas dan paguyuban yang merasa cemas dengan kedatangan penduduk baru ke Kalimantan Timur (Kaltim). Karena, ada kekhawatiran budaya yang sudah ada terdegradasi atau punah.
“Mereka telah merasakan adanya kecemasan dengan kedatangan penduduk baru ke Kaltim ini dan khawatir budaya yang sudah ada terdegradasi atau punah, baik adat, tradisi, bahasa daerah atau keseniannya,” ungkapnya.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini berharap, Komisi X DPR RI ikut bersama-sama melindungi, melestarikan, dan memajukan kebudayaan di Kaltim. Sehingga, menurut dia, DPR tidak saja sekadar menyerap aspirasi, tapi juga ikut berkolaborasi dalam memajukan kebudayan Bumi Etam yang nantinya akan menjadi pusat peradaban dunia dengan berdirinya IKN.
“Menjaga kebudayaan di Kaltim ini merupakan bagian dari menjalankan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan,” terangnya.
Bahkan, lanjut dia, sebagai implementasi dalam mendukung UU Pemajuan Kebudayaan, juga telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2022 tentang Strategi Kebudayaan, dan juga Peraturan Pelaksanaan dari UU.
“Praktiknya masyarakat masih sangat sulit untuk melindungi kebudayaannya, jika tidak difasilitasi dan didukung anggaran pemerintah,” katanya.
Ia menyebut, dari pertemuan dengan para budayawan dan seniman lokal diperlukan ruang publik sebagai tempat berekspresi. Untuk itu, menurut dia, pembangunan IKN harus banyak memberi kesempatan bagi penduduk lokal untuk terlibat, baik dalam pembangunan infrastruktur fisik maupun kebudayaan.
“Di sini (Balikpapan saja) ada 120 lebih suku dan paguyuban. Masing-masing memiliki bahasa dan kulturnya sendiri, seperti seni tari dan seni pertunjukkan,” bebernya.
“Kelak, dalam pendidikan formal juga ada mata pelajaran muatan lokal berupa bahasa daerah,” imbuhnya.
Menjawab hal itu, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat, Kemendikbudristek Sjamsul Hadi mendukung penuh adanya ruang-ruang berekspresi untuk dijadikan tempat berkesenian dan kebudayaan. Selain itu dia juga menyoroti tata kelola kebudayaan yang kerap menjadi masalah di banyak wilayah, terutama terkait ketersediaan anggaran.
“Tata kelola (kebudayaan) yang kami harapkan untuk anggaran, sebenarnya jika ada kolaborasi di OPD ini lebih baik. Hal ini akan mempercepat kemajuan daerah,” ujar Sjamsul.
Dia menerangkan, saat ini Kemendikbudristek sedang membangun kerja sama, agar dapat memanfaatkan dana desa untuk sebagian dimanfaatkan dalam pemajuan kebudayaan. Hal ini demi menjawab kebutuhan banyaknya masyarakat adat yang berada di pedesaan yang jauh dari kota, untuk tetap bisa memajukan kebudayaannya. (nas)