INDOPOS.CO.ID – Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri BRIN Indra Saptiama menjelaskan pencitraan paru sebagai salah satu pencitraan ventilasi menggunakan nano aerosol karbon bertanda 99mTc yang dihasilkan dari generator komersial.
Menurut dia, penggunaan limbah kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan aerosol karbon subsititusi akan memberi nilai tambah secara komersial. Dari tahapan riset yang dilakukan, mulai dari pembuatan nanopartikel sawit, kemudian melakukan formulasi serbuk pembawa nanopartikel karbon dan penandaan Tc-99m pada nanopartikel karbon.
“Serta dilakukan uji cellular uptake pada sel kanker dan normal paru-paru, didapatkan pada sel kanker lebih banyak mengikat karbon dibandingkan dengan sel normal,” terang Indra.
“Dikarenakan komposisi lipid yang lebih besar pada sel kanker, dan penandaan nanopartikel karbon dengan 99mTc sudah sangat baik dengan perolehan persentasi penandaan sebesar 96,69 persen dengan kemurnian radiokimia diatas 99 persen,” imbuhnya.
Ia mengaku berencana melakukan optimasi lebih lanjut untuk memperoleh ukuran partikel karbon sawit yang lebih baik. Salah satunya dengan cara mengoptimasi parameter spray-dry. Juga melakukan pengujian sitotoksisitas in vitro untuk menguji keamanan nanopartikel karbon lebih lanjut untuk dilakukan pengujian pada hewan coba.
“Ini dilakukan untuk mengetahui pencitraan ideal pada organ paru-paru dan efeknya pada organ lain, meliputi uji biodistribusi dan uji clearance,” ungkapnya.
Sebelumnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) melakukan pengembangan pemanfaatan limbah kelapa sawit untuk diagnosa emboli paru. Emboli paru merupakan kondisi dimana terjadi penyumbatan darah di paru-paru yang bisa menyebabkan kematian jaringan.
“Penegakan diagnosa yang tepat sangat penting bagi pasien yang diduga mengalami emboli paru, sehingga dapat dilakukan stratifikasi risiko dan pengobatan yang tepat pada pasien,” tutur Indra.
(nas)