INDOPOS.CO.ID – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menerima permohonan, gugatan praperadilan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej. Hal tersebut dibacakan dalam putusan oleh Hakim Tunggal, Estiono di Ruang Sidang Utama PN Jaksel, Jakarta, Selasa (30/1/2024).
Hakim tunggal Estiono menyatakan, bahwa mengadili, dalam ekspeksi menyatakan eksepsi pemohon tidak dapat diterima seluruhnya.
“Dalam pokok perkara menyatakan penetapan tersangka oleh termohon terhadap pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menghukum termohon membayar biaya perkara,” kata Estiono di Jakarta, Selasa (30/1/2024).
Ia menjelaskan, penetapan tersangka tidak sah tersebut oleh termohon (KPK) sebagaimana dimaksud Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas Undang Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHO JO Pasal 64 ayat (1) KUHP, terhadap Pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Majelis hakim dalam putusannya menimbang, bahwa bukti berbagai putusan yang diajukan termohon, tidak dapat menjadi rujukan dalam praperadilan aquo. Eddy Hiariej diketahui terjerat kasus suap dan gratifikasi oleh KPK.
“Karena tiap perkara memiliki karakter yang berbeda, dan tidak ada kewajiban bagi Hakim untuk mengikuti putusan terdahulu,” ujar Estiono.
Menimbang, bahwa bukti T.44 dan T.47, dengan judul: berita acara pemeriksaan saksi atas nama Thomas Azali tanggal 30 November 2023, berita acara pemeriksaan saksi atas nama Helmut Hermawan tanggal 14 Desember 2023, ternyata pelaksanaannya setelah penetapan tersangka oleh termohon terhadap pemohon.
Menimbang, bahwa dari bukti T.74, ternyata berita acara penyitaan dokumen disita dari Anita Zizlavsky yang diduga dilakukan pemohon sebagaimana dimaksud Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas Undang Undang nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHO JO Pasal 64 ayat (1) KUHP, dilakukan Termohon pada tanggal 30 November 2023
“Menimbang, bahwa oleh karena penetapan tersangka terhadap Pemohon tidak memenuhi minimum 2 alat bukti yang sah,” tuturnya.
KPK menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka kasuss dugaan suap dan gratifikasi beberapa waktu lalu. Dia diduga menerima uang sebesar Rp 8 miliar dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM), Helmut Hermawan.
Eddy disebut membantu Helmut ketika hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT CLM terblokir dalam sistem administrasi badan hukum (SABH). (dan)