INDOPOS.CO.ID – Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ray Rangkuti mengkritik wacana Presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menambah jumlah kementerian menjadi 40. Menurutnya, wacana tersebut tidak beralasan.
Muncul alasan wacana tersebut dibangun karena Indonesia negara besar, tantangan sangat banyak, dan sebagainya adalah alasan yang terlalu dipaksakan.
“Alasan-alasan ini, sama sekali tidak mendapat basis rujukan yang kuat. Rencana tersebut sangat patut ditolak dengan alasan yang jauh lebih kuat,” kata Ray dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (10/5/2024).
Menurutnya, jika disebut karena tantangan Indonesia akan lebih berat, bukankah tiap waktu tantangan banhsa selalu sangat berat. Namun, hanya di era Prabowo-Gibran salah satu solusinya dengan menambah jumlah anggota kabinet.
“Akan sangat mengkhawatirkan jika karena alasan tantangan berat, maka jumlah ditambah. Besok lusa, alasan yang sama bisa dipakai untuk tujuan menambah jumlah kabinet,” kritik Ray.
Wacana tersebut dinilainya bertentangan dengan prinsip efesiensi dan efektivitas. Jika bertambah mencapai 40 kursi, maka kabinet bukan saja membengkak, termasuk turunannya.
Misalnya wakil menteri, staf menteri dan wakil menteri, pengamanan, akomodasi dan transportasi. Hitungannya maka akan ada seperti ini: 40 menteri +20 wakil menteri + 40 staf menteri+20 staf wakil menteri.
“Beserta dengan itu, harus ada kantor dan staf penunjang lainnya. Tak terbayang berapa banyak uang negara yang habis untuk hal ini,” nilai Ray.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menganggap, lazim penambahan kementerian pada pemerintahan presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Sehingga mampu mewujudkan banyak target yang ditetapkan pemerintah.
“Dalam konteks negara jumlah yang banyak itu artinya besar, buat saya bagus, negara kita kan negara besar. Tantangan kita besar, target-target kita besar,” ujar Habiburokhman terpisah di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (6/5/2024).
Paling penting, ide tersebut muncul bukan hanya untuk mengakomodasi kepentingan partai politik pendukung Prabowo.
“Ya itu lah kesalahan cara berpikir, dan nggak apa-apa, jadi masukan bagi kami. Jangan sampai hanya sekadar untuk mengakomodir kepentingan-kepentingan politik,” imbuh Habiburokhman. (dan)