Kasus Pembalakan Pinus Desa Hutaginjang Gambarkan Inkonsistensi Penegak Hukum dan Aparatur Negara

1

Alat berat yang ditangkap dan kemudian dilepaskan oleh Kapolres Samosir, KPH 13 Dolok Sanggul. Foto: Ist

INDOPOS.CO.ID – Inkonsistensi menangani kasus pembalakan pinus di Desa Huta Ginjang, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir dipertontonkan aparat kepolisian dan aparatur sipil negara, Senin (12/6/2023).

Kapolres Samosir, AKBP Yogie Hardiman masih dengan lantang menyampaikan pembalakan liar terjadi di desa yang didatangi, dan menangkap alat berat di tempat terpisah. Selang sehari kemudian, Kapolres menyampaikan tidak ada kesalahan. Ada apa dengan pemalakan pinus di Desa Huta Ginjang?

“Kami sudah melakukan penindakan, dimana penindakan ini para pelaku sudah kabur. Oleh karena itu, saya sebagai aparat penegak hukum, menghimbau kepada masyarakat agar melaporkan pembalakan liar, tentu kami akan melakukan penindakan yang keras,” janji AKBP Yogie Hardiman.

Akan tetapi statemen tersebut hanya bualan yang tak lebih sekadar menjalankan formalitas agar dilihat masyarakat bekerja. Pasalnya, Selasa (13/6/2023) Eskavator yang digunakan untuk melakukan pembalakan liar yang disebut Yogie kabur dan yang berhasil ditangkap malah dilepaskan, karena tidak ada kesalahan.

“Tidak ada regulasi atau pasal apa yang harus saya buat untuk menjerat,” kata Kapolres yang baru lima bulan mengemban tugas di Samosir tersebut.

Empat dari kiri, Kapolres Samosir, AKBP Yogie Hardiman, dan empat dari kanan, Kepala KPH 13 Dolok Sanggul, Benhard Purba. Foto: Ist

Sementara itu, Yogie juga mengaku sudah membaca undang-undang lingkungan no 32 tahun 2009, Pasal 109 mengatakan, setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (sat miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Pasal 110 Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki kompetensi amdal sertifikat penyusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i, dipidana dengan pidana penjara palin lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Sementara pada Pasal 111, )1) Pejabat pemberi izin pemberi izin lingkungan, yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda palin banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). (2) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda banyak paling
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

“Saya juga tahu UU itu (uu 32 tahun 2009) dan sudah saya baca, silahkan tanyakan ke LHK kalo ada ahli yang mau menerangkan dengan kasus seperti itu. Pasal mana yang harus kami pakai. Ini bukan kawasan hutan, namun sudah kami serahkan ke KPH 13 Dolok Sanggul, ada kok bukti serahterimanya,” tukasnya.

Sementara itu, Kepala Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) 13 Dolok Sanggul, Benhard Purba mengatakan, pihaknya melepaskan alat berat yang diakuinya bersama Kapolres yang ditangkap di daerah lain, karena sudah kabur dari lokasi.

“Ya, kami lepas karena tidak ditemukan kesalahan atau pelanggaran. Jadi kami serahkan ke pemilik,” ucapnya saat dihubungi INDOPOS.CO.ID, Selasa (13/6/2023).

Padahal, sehari sebelumnya dari lokasi kejadian pemalalan pinus, Benhard mengatakan apabila ada penebangan harus bisa menunjukan hak kepemilikan yang diakui oleh negara.

“Wilayah ini memang bukan lawasan hutan, tapi kalau ada penebangan harus dibuktikan oleh hak kepemilikan oleh negara, sementara ini kami check ke lapangan masih berupa bisoloit (yang tidak diakui megara atau BPN),” ujar Benhard inkonsisten.

Menurut Aktivis Lingkungan, Dr Wilmar Elieser Simanjorang mengatakan sangat geram dengan ulah para pemalakan liar oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Seharusnya semua kegiatan yang tidak didukung alas hak harus ditindak sesuai peraturan yang berlaku, Kalau pelaku tidak punya Izin sesuai peraturan hendaknya diproses dengan lebih lanjut

Sehingga menjadi pembelajaran bagi masyarakat agar tidak melalukan hal yang sama.

“Aparatur negara sebaiknya melaksanakan apa yang sudah dinyatakan ke publik (jangan jadi inkonsisten),” tegas Wilmar. (ney)

Exit mobile version