INDOPOS.CO.ID – Masih ingat kasus mafia tanah yang melibatkan Riri Kashmita, asisten rumah tangga (ART) keluarga artis Nirina Zubir yang melakukan balik nama sertifikat ibu Nirina Zubir dan menjualnya kepada pihak lain? Kasus yang sempat heboh dan menyedot perhatian publik tahun lalu itu kini memasuki babak baru.
Kuasa hukum korban pembeli tanah dari ART keluarga Nirina Zubir itu kini menuntut kepada keluarga artis tersebut sebesar Rp 10,1 miliar dengan tuduhan menguasai sertifikat yang bukan miliknya.
Kuasa hukum dari ketiga korban aksi penipuan oleh ART keluarga Nirina Zubir, Daddy Hartadi kepada indopos.co.id mengatakan, dasar gugatan adalah kerena keluarga Nirina Zubir telah menguasai empat sertifikat tanah atas nama orang lain hasil peralihan hak dari Riri Kasmita yang merupakan mantan asisten rumah tangganya keluarga Nirina Zubir, Fadlhlan Karim yang merupakan kakak kandung Artis Nirina Zubir digugat ke Pengadilan Jakarta Selatan.
“Gugatan perbuatan melawan hukum itu teregister dengan nomor perkara 108/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Sel, dan akan digelar sidang perdananya pada 6 Pebruari 2024,” terang Daddy Hartadi, Rabu (31/1/2024).
Dalam gugatannya, penggugat yang terdiri dari tiga orang sebagai pemilik sertifikat juga menggugat Kepala Kepolisian Daerah Metrojaya sebagai penyidik menjadi tergugat 1 dan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sebagai penuntut umum menjadi tergugat 2 dan kakak kandung Nirina Zubir yaitu Fadlhan Karim sebagai turut tergugat.
Dalam posita gugatannya, penggugat dari kantor hukum Rikardo Lumbaraja & Associate menjelaskan, penyidik dan penuntut umum dalam perkara pidana terkait pemalsuan surat dan tindak pidana pencucian uang yang dilaporkan oleh Fadhlan Karim sebagai kakak kandung Nirina Zubir diduga telah memanipulasi dokumen dalam berkas perkara pidana tersebut.
“Sehingga dalam putusannya, barang bukti milik penggugat berupa sertifikat hak milik tidak dikembalikan kepada penggugat sebagai pemiliknya,” cetusnya.
Padahal kata Daddy, ketiga kliennya memiliki bukti bahwa keempat sertifikat milik kliennya itu langsung disita dari kliennya dengan diberi bukti penyitaan oleh penyidik, dan sertifikat hak milik yang disita untuk dijadikan barang bukti itu belum berubah masih atas nama ketiga kliennya.
“Semua barang bukti SHM yang disita dari kliennya atas nama klien kita dan disita langsung dari klien kita, namun dalam surat tuntutan penuntut umum yang kemudian menghasilkan putusan dalam persidangan pidananya itu, justru mencantumkan asal disita barang bukti SHM itu bukan dari ketiga kliennya namun berubah menjadi disita dari Fadhlan Karim,” ungkapnya.
Padahal sebelumnya, lanjut Daddy, penyidik tidak pernah melakukan penyitaan SHM (sertifikat hak milik) milik kliennya dari Fadhlan Karim. Sehingga dengan berubahnya asal disita barang bukti itu dalam surat tuntutan penuntut umum, berakibat hukum pada putusannya yang membuat majelis hakim memutus mengembalikan barang bukti pada ahli waris Cut Indria Martini yang merupakan Ibu dari Nirina Zubir.
“Sehingga barang bukti SHM itu tidak dikembalikan kepada klien kita malah dikembalikan kepada Fadhlan Karim sebagai ahli waris Cut Indria Martini,” ungkapnya.
Daddy juga menjelaskan dalam gugatan tersebut, penggugat menggugat perbuatan yang dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum yang karena kesalahannya atau kelalaiannya atau dengan sengaja mengubah asal barang bukti disita yang tidak sesuai dengan dokumen atau berkas perkaranya merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan pihak lain.
Ditambahkan olehnya, dalam gugatan itu penggugat menggugat ganti kerugian materil sebesar Rp 100 juta dan menuntut dalam petitumnya untuk Hakim memutus dikembalikannya barang bukti berupa SHM atas nama ketiga kliennya, yaitu Jasmaini, Muhamad Fachrurozy dan Musaroh sebagai ahli waris Sutrisno.
“Yang digugat jelas perbuatan mengubah asal barang bukti yang disita yang tidak sesuai dengan berkas perkaranya, adalah perbuatan melawan hukum, berdasarkan ketentuan Pasal 46 KUHAP, barang bukti dalam perkara pidana dikembalikan kepada pemiliknya atau dimana barang bukti itu berasal disita,” tegasnya.
Sementara ketiga kliennya sejak putusan ikracht tidak pernah menerima kembali sertifikatnya dari penuntut umum, justru sertifikat tersebut malah dikembalikan kepada kakaknya Nirina Zubir, yaitu Fadhlan Karim dan perbuatan melawan hukum itu merugikan klien kita secara materil dan imateril.
Diketahui sebelumnya Nirina Zubir melalui kakak kandungnya Fadhlan Karim membuat laporan dugaan tindak pidana pemalsuan surat dalam paeralihan hak atas tanah yang dimiliki ibunya yang beralih kepada asisten rumah tangganya Riri Kashmita, dan oleh Riri sertifikat hak milik itu dialihkan kembali ke beberapa orang. Dalam Proses hukum itu Riri Kashmita telah divonis bersalah dan putusannya telah inkracht. (yas)