INDOPOS.CO.ID – Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) menemukan, 2.330 hoaks selama tahun 2023. Berkaitan dengan politik sebanyak 1.292, 645 di antaranya adalah Pemilu 2024. Jumlah hoaks politik itu lebih banyak dibandingkan Pemilu 2019 yakni, sebanyak 644.
Menurut Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho, masifnya hoaks politik mengganggu demokrasi di Indonesia, mengacaukan kejernihan informasi dan dapat mengajak orang menolak hasil pemilu.
Konten hoaks terbanyak di platform Youtube menjadi tempat ditemukan hoaks terbanyak, sejumlah 44.6 persen, diikuti oleh Facebook 34.4 persen, Tiktok 9.3 persen, Twitter atau X 8 persen, Whatsapp 1.5 persen, dan Instagram 1.4 persen.
“Dominasi konten hoaks berupa video menjadi tantangan besar bagi ekosistem periksa fakta, karena konten hoaks video cepat sekali viral karena sering dibumbui dengan elemen yang emosional,” kata Septiaji dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (2/2/2024).
Menjelang pemungutan suara dalam Pemilu 2024, konten yang dibuat dengan teknologi kecerdasan buatan (AI) pun sudah muncul, seperti video deepfake pidato Presiden Jokowi dengan bahasa Mandarin, maupunrekaman suara Anies Baswedan dan Surya Paloh yang dibuat dengan AI.
Ketua Komite Litbang Mafindo, Nuril Hidayah yang akrab disapa Vaya, menjelaskan perbedaan hoaks pada Pemilu 2024 dan Pemilu 2019 adalah dominasi konten video. “Pada Pemilu 2019, hoaks kebanyakan berupa foto atau gambar,” ujar Vaya.
Vaya mengakui hal ini menjadi tantangan pemeriksa fakta. Proses periksa fakta konten video lebih rumit dan lama, dan bisa mengaduk-aduk emosi.
“Terlebih konten hoaks yang dibuat menggunakan AI, tidak mudah untuk bisa mendapatkan kesimpulan apakah itu hoaks atau bukan,” ucap Vaya
Semua calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menjadi sasaran utama hoaks politik.
Hoaks tentang mereka ada yang bernada positif (melebih-lebihkan kandidat), sebagian bernada negatif (yang menyerang atau memfitnah kandidat). (dan)