oleh Yanuardi Syukur, Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional
INDOPOS.CO.ID – “Uzbekistan adalah jantung jalur sutra. Selama ribuan tahun, negara Asia Tengah ini telah menjadi tempat berkumpulnya manusia, produk, dan ide. Nama Samarkand dan Bukhara membangkitkan gambaran romantis dan dongeng dalam pikiran kolektif kita, meskipun kita tidak dapat menempatkannya di peta,” begitu tulis Duta Pariwisata Uzbekistan untuk Inggris, Sophie Ibbotson, untuk halaltravels.com.
Bagi wisatawan Muslim, Uzbekistan adalah negeri dengan daya tarik yang sangat khas. Imam Bukhari, penulis kumpulan hadis Sahih Bukhari lahir di sini; Bahauddin Naqsyabandi, pendiri tarekat Naqsybandi, dimakamkan di luar Bukhara; dan makam Kusam Ibn Abbas, sepupu Nabi Muhammad, berada di pekuburan Shah-i Zinda di Samarkand. Lebih dari 90 persen penduduk modern Uzbekistan adalah Muslim, dan masjid, madrasah, menara, dan mausoleum (maqbarah, kuburan berbentuk seperti monumen) berlantai keramik adalah ciri khas arsitektur negara eksotik dan gerbang masuk ke Asia Tengah tersebut.
Posisi strategis Indonesia bagi Uzbekistan
Indonesia adalah pasar strategis di Asia Tenggara maupun ASEAN yang terus tumbuh dan berkembang, demikian pandangan Uzbekistan. Sebagai Ketua ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, Indonesia mengangkat “Episentum Pertumbuhan” sebagai semangat ASEAN, dan itu lead-nya pada Indonesia setelah sebelumnya memimpin G20. Indonesia juga menjadi mitra utama Uzbekistan dalam mempromosikan nilai-nilai demokrasi dan good governance dunia, serta peningkatan kerja sama perdagangan dan investasi.
Indonesia adalah rumah bagi populasi Muslim terbesar di dunia beraliran Ahlussunnah Waljama’ah atau Sunni—aliran teologi Islam yang dinisbahkan pada Asy’ariah dan Maturidiah. Mayoritas orang Uzbekistan bermazhab Hanafi, mazhab pertama yang muncul di kalangan Sunni yang dinisbatkan kepada mujtahid pendirinya, yakni Abu Hanifah (699-767 M). Sementara, mazhab Syafi’i yang menjadi mayoritas di Indonesia adalah mazhab yang dinisbatkan kepada Imam Syafi’i (767-820 M).
Mazhab Hanafi dan Syafi’i adalah dua dari empat mazhab dalam Sunni, selain Hambali yang dinisbatkan pada Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M) dan Maliki yang dinisbatkan pada Imam Malik bin Anas (711-795 M). Kedekatan identitas Muslim tersebut tentu saja nilai lebih yang dapat dimanfaatkan untuk kemitraan strategis jangka panjang.
Antropolog Belanda, Martin van Bruinessen berpandangan bahwa mayoritas Muslim di jalur sutra—seperti Uzbekistan -menganut mazhab Hanafi, sementara jalur rempah- seperti Indonesia-kebanyakannya menganut mazhab Syafi’i. Demikian kata Martin saat mengisi kuliah umum di Universitas Nahdhlatul Ulama Indonesia (Unusia), dikutip NU Online, 25 April 2021.
Martin menambahkan wilayah India bagian tengah bermazhab Hanafi, tetapi daerah India di pesisir menganut mazhab Syafi’i, seperti Malebari. Sebagian China menganut mazhab Hanafi, sedangkan Yaman lebih banyak bermazhab Syafi’i. Indonesia sebagai negara maritim yang dilalui jalur rempah juga menganut mazhab Syafi’i.
Saat berkunjung ke Kantor Majleis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, di Jakarta, Senin (28/8/2023), Penasihat Presiden Uzbekistan H.E. Mr. Muzaffar Kamilov menyebut pentingnya kolaborasi antara Indonesia–dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia–dengan Uzbekistan dalam berbagai sektor seperti ziarah wisata Muslim, riset, training imam dan khatib, hingga sharing terkait standar halal dan pengalaman terkait fatwa. Terkait fatwa, Majelis Ulama Indonesia telah melahirkan berbagai fatwa sebagai solusi problematika umat.
Dewan Pimpinan MUI bahkan telah menerbitkan buku tebal 1433 halaman karya Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA dan Prof. Dr. HM. Asrorun Ni’am Sholeh, MA berjudul “Dinamika Fatwa MUI dalam Satu Dasawarsa: Potret Komisi Fatwa MUI 2010-2020” (Buku Republika, 2021).
Secara ringkas, buku ini menjelaskan secara lengkap mulai dari mekanisme kerja fatwa, penguatan metodologi penetapan fatwa, serta konferensi pemikiran studi fatwa, sebuah ‘sunnah’ untuk merawat tradisi akademik yang masih berlangsung sampai sekarang. Karakter fatwa MUI adalah kontekstual dan moderat. Terkait dengan ‘proposal’ kerja sama yang ditawarkan Mr. Kamilov, MUI dapat berbagi pengalamannya yang panjang dalam penetapan fatwa di Indonesia.
Uzbekistan juga melihat Indonesia adalah negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara dan negara dengan perekonomian terbesar ke-10 di dunia. Komponen utama impor Indonesia dari Uzbekistan adalah produk seperti kapas, mesin kendaraan bermotor, sulfur, kismis, tembaga sulfat, potassium chloride, cotton pulp dan serat kapas.
Indonesia telah mencapai kemajuan besar dalam pengentasan kemiskinan, dengan menurunkan angka kemiskinan lebih dari setengahnya sejak tahun 1999, menjadi di bawah 10 persen pada tahun 2019 sebelum pandemi Covid-19 melanda.
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, dengan lebih dari 270 juta penduduk, dan diperkirakan menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-7 di dunia pada tahun 2030. Kemudian, Indonesia merupakan satu-satunya negara Asia Tenggara yang tergabung dalam G20 yang merupakan forum kerja sama ekonomi internasional.
Secara bilateral, Uzbekistan banyak mendukung Indonesia dalam berbagai hal, misalnya pencalonan Indonesia sebagai anggota Intergovernmental Committee for the Protection of World Cultural and Natural Heritage (World Heritage Committee/WHC) untuk periode 2015-2019; pencalonan Indonesia sebagai anggota Dewan Penerbangan Sipil International (ICAO) Bagian III untuk periode 2017-2021; pencalonan Indonesia sebagai anggota Dewan Eksekutif UNESCO untuk periode 2017-2020 dan pencalonan Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB untuk periode 2019-2020.
Posisi strategis Uzbekistan bagi Indonesia
Bagi Indonesia, letak Uzbekistan di jantung Asia Tengah amatlah strategis dan kaya sejarah dan budaya. Ekonomi Uzbekistan terus tumbuh di kawasan ini dan jadi kekuatan yang bersinar di antara Eropa dan Asia. Kerjasama prioritas Indonesia dengan Uzbekistan menurut KBRI Tashkent adalah terkait peningkatan kerja sama perdagangan, sebagai mitra bagi kerja sama global, kerja sama keamanan yakni counterterrorism, pencegahan perdagangan obat-obatan terlarang serta pencegahan kejahatan transnasional lainnya. Kemudian, pengembangan kerja sama parlemen dan peningkatan people to people contact.
Indonesia dan Uzbekistan telah menyepakati terbentuknya Kelompok Kerja Bersama (Joint Working Group/JWG) untuk memaksimalkan hubungan ekonomi kedua negara yang sangat potensial. Indonesia adalah negara penghasil banyak produk agribisnis daerah tropis seperti kopi, pisang, karet, dan crude palm oil (CPO). Peningkatan penggunaan energi terbarukan berdampak positif terhadap CPO sebagai salah satu biofuel yang cukup efisien, demikian rilis Kementerian Perdagangan, 25 Mei 2021.
Uzbekistan membutuhkan buah-buah tropis seperti pisang, buah naga, alpukat, dan kopi untuk konsumsi dan bahan baku industrinya. Terjalinnya sister city antara kota di Uzbekistan dengan daerah-daerah penghasil buah-buah tropis di Indonesia adalah sesuatu yang sangat konstruktif bagi relasi kedua negara.
Ekspor utama Indonesia Uzbekistan lainnya adalah komponen mesin pendingan, shortening (lemak padat untuk adonan roti), non-woven textiles, teh hitam, sabun mandi, pakaian wanita, tuna kalengan, dan lainnya. Potensi pasar lainnya adalah bahwa Uzbekistan adalah negara land lock, yakni negara yang tidak memiliki laut dan olehnya itu kerap bekerja sama dengan sejumlah negara yang memiliki pelabuhan seperti Rusia.
Saat ini, Uzbekistan tengah merencanakan pembangunan jalur transportasi berupa kombinasi rel kereta dan jalan raya dari Uzbekistan ke Rusia dan dari Uzbekistan ke Afghanistan hingga Pakistan. Pada sisi ini, lanjut rilis Kemendag, BUMN sektor konstruksi Indonesia berpeluang besar untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan di Uzbekistan.
Dalam beberapa kali pertemuan antara MUI dengan Uzbekistan, nama Bung Karno kerap di-mention oleh delegasi Uzbekistan dengan penuh hormat. Artinya, peran Bung Karno yang menemukan makam Imam Bukhari di Samarkand adalah strategis dan menyentuh kalbu orang Uzbekistan dalam jangka panjang. Bung Karno pernah dua kali ke Uzbekistan, yakni 1956 dan 1961. Nama Imam Bukhori adalah imam penting dalam sejarah keislaman sebab ia mencatat berbagai hadis Nabi yang jumlahnya ribuan yang kita baca, pelajari, bahkan hafal sampai saat ini. Kompleks makam Imam Bukhari terletak di Desa Hartang, sekitar 25 kilometer dari Samarkand dan menjadi salah satu tujuan wisata umat Islam di seluruh dunia.
Kedekatan antara Indonesia dan Uzbekistan itu berlanjut terus sampai kini. Pada tanggal 28 Desember 1991, Indonesia mengakui kemerdekaan Republik Uzbekistan setelah bubarnya Uni Soviet. Hubungan diplomatik terjalin pada tanggal 23 Juni 1992 yang ditandatangani oleh Presiden Uzbekistan Islam Karimov dalam kunjungan resminya ke Indonesia. Pada 8-9 April 1995 Presiden Suharto mengunjungi Uzbekistan.
Indonesia membuka kedutaan besarnya di Tashkent pada bulan Mei 1994, dan membalasnya dua tahun kemudian dengan pembukaan kedutaan Uzbekistan di Jakarta pada bulan Desember 1996. Secara umum, kepentingan utama Indonesia terhadap Uzbekistan adalah sebagai mitra saling dukung di fora regional dan internasional dan mitra dalam mempromosikan budaya dan nilai-nilai demokrasi atau good governance Indonesia.
Kerja Sama Agama dan Wisata Muslim
Majelis Ulama Indonesia perlu membangun kemitraan strategis dengan lembaga keagamaan di Uzbekistan, misalnya Moslem Board of Uzbekistan. Delegasi BKSAP dan Komisi I DPR RI pernah mengadakan pertemuan dengan Menlu Uzbekistan, Parlemen Uzbekistan dan Chairman of the Moslem Board of Uzbekistan guna membahas prospek kerja sama parlemen sebagai second track diplomacy untuk mewujudkan people-to-people contact pada 1-2 Mei 2013. Ada juga kunjungan Imam Mesjid Istiqlal Jakarta, Prof. Nasaruddin Umar ke Uzbekistan (1-7 Desember 2017) untuk bertemu Komite Urusan Agama Republik Uzbekistan.
Pada 3-8 April 2018 delegasi Komisi X DPR RI dipimpin Wakil Ketua Komisi X Abdul Fikri Faqih berkunjung ke Uzbekistan untuk mendiskusikan pengembangan wisata budaya, wisata religi dan wisata halal. Delegasi bertemu dengan Ketua Komite Kebijakan Luar Negeri Senat A. Kurmanov, Wakil Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Dewan Legislatif Sh. Tursunbayev, dan Ketua Komite Negara untuk Pengembangan Pariwisata Aziz Abdukhakimov.
Selain itu, pada 17-20 Desember 2017 juga ada kunjungan delegasi Komite Urusan Agama Republik Uzbekistan dipimpin oleh Kepala Departemen Urusan Mesjid Komite Urusan Agama Republik Uzbekistan, Zulkhaydar Sultonovke Indonesia untuk bertemu dengan Imam Masjid Istiqlal, Pimpinan Perusahaan Semen Indonesia, para pimpinan perusahaan haji dan umroh, dan perwakilan tarekat Naqsabandi di Indonesia, serta melakukan kunjungan ke situs-situs wisata Indonesia.
Sebagai negeri yang kaya warisan Islam, ada banyak destinasi yang dapat jadi pilihan Muslim Indonesia. Sophie Ibbotson mengeksplorasi berbagai destinasi tersebut dengan baik dalam tulisan-tulisannya. Salah satunya yang paling familiar di Indonesia adalah ‘faktor Imam Bukhari’ sebagai daya tarik wisatawan Muslim. Imam Bukhari dilahirkan di Bukhara, dan dimakamkan di desa Hartang. Beliau telah mengumpulkan ribuan hadis dalam kitabnya yang masyhur, Sahih al-Bukhari. Kompleks Imam Bukhari yang megah bisa dibilang merupakan situs ziarah paling penting di Uzbekistan.
The Madain Project, sebuah proyek arsip online terkait Abrahamic History and Archaeology menulis bahwa pada masa Soviet makam Imam Bukhari umumnya terbengkalai dan terlupakan. Pasca-komunisme, kunjungan dan minat dihidupkan kembali, dan kompleks tersebut dipulihkan setelah pembangunan kembali pada akhir abad ke-16. Saat ditemukan, atas permintaan Sukarno, kondisi makam Imam Bukhari yang tidak terawat. Namun demi kunjungan Bung Karno, akhirnya Pemimpin Uni Soviet menginstruksikan agar makam tersebut dipugar dan dipercantik.
“Pada tahun 1961, Presiden Indonesia Sukarno mengunjungi makam Imam Bukhari di Samarkand. Permintaan khusus ini disampaikan Sukarno kepada Nikita Khrushchev saat kunjungan resminya ke Uni Soviet. Bagi Uni Soviet yang kala itu menganut paham komunis, tentu tidak mudah menemukan makam Imam Bukhari yang sudah lama terlupakan. Berbagai upaya dilakukan Uni Soviet untuk menemukan makam perawi hadis tersebut dengan mengumpulkan informasi dari orang tua Muslim di sekitar Samarkand,” tulis Madain Project.
Sehubungan dengan peringatan 1225 tahun Imam Bukhari, lanjut Madain Project, sesuai keputusan pemerintah Uzbekistan, pada tahun 1998 dibangun kompleks peringatan baru di lokasi mausoleum lama. Kompleks peringatan modern Imam Bukhari terdiri dari mausoleum, masjid, gedung perkantoran dan bangunan lain di sekitar halaman. Kompleks Imam Bukhari menempati lahan seluas 10 hektar. Pintu masuk ke pemandangan luar biasa ini dibawa melalui bangunan satu lantai dari batu bata panggang. Bangunan ini mencakup tiga kubah portal dengan lorong-lorong melengkung.
Destinasi Uzbekistan juga menawarkan Mausoleum Samanid yang dibangun antara tahun 892 dan 943. Bentuk bangunannya yang berbentuk kubus konon terinspirasi oleh Ka’bah di Mekkah, namun juga menampilkan motif asli Zoroastrian. Desain Mazar-e Quaid, makam Muhammad Ali Jinnah di Pakistan, terinspirasi dari bangunan ini. Juga ada destinasi terkait Bahauddin Naqsybandi, pendiri Naqsybandi—salah satu tarekat tasawuf terbesar.
Kompleks di sekitar makamnya sebagian besar berasal dari abad ke-16 dan memiliki beberapa bangunan yang didekorasi dengan indah. Umat Muslim dari seluruh Asia Tengah datang ke sini untuk berdoa dan mendengarkan ajaran agama, meskipun wisatawan dari semua agama juga dipersilakan untuk berkunjung.
Satu hal yang menarik juga adalah Makam Kusam ibn Abbas—sang pembawa Islam ke Asia Tengah abad ke-7—berlokasi di Samarkand. Nabi Muhammad menyatakan bahwa sepupunya Kusam ibn Abbas lebih mirip dengannya daripada siapa pun di muka bumi.
Peneliti Asia Tengah University of Washington, Daniel C. Waugh menulis bahwa Ibnu Battutah secara khusus tertarik untuk mencatat tempat-tempat suci penting dan interaksinya dengan para pemimpin agama Muslim. Oleh karena itu, tampaknya penting bahwa satu-satunya tempat suci Muslim di Samarkand yang ia pilih untuk digambarkan adalah Makam Qutham (Kusam) ibn Abbas, di kompleks Shah-i Zinde.
Di Samarkand juga ada satu kuburan yang berbeda dengan kuburan lainnya. Setiap pagi, tulis Rustam Qobil, ratusan orang mendaki puncak bukit di pinggiran kota untuk mengunjungi makam yang dikelilingi pohon pistachio (sejenis keluarga jambu mete) dan aprikot (sejenis keluarga buah persik, almond, plum, dan ceri) di antara reruntuhan kota tua. Di situ ada Makam Nabi Daniel, yang diziarahi oleh Muslim, Yahudi, dan Kristen. Sarkofagus (wadah pemakaman dari batu) pada kuburan Nabi Daniel ditutupi dengan kain beludru yang disulam dengan ayat-ayat Al Quran, dan panjangnya lebih dari 18 meter.
Menguatkan kerja sama
Rustam Qobil menulis “Uzbekistan: Land of a thousand shrines” (BBC, 16 September 2018) bahwa Uzbekistan memiliki semangat tinggi untuk menjadikan negerinya sebagai tujuan dari wisata religius kaum Muslimin seluruh dunia, demikian. Itulah mengapa Uzbekistan sangat bersemangat menawarkan destinasi wisata ke sana. Uzbekistan pernah hancur saat invasi Genghis Khan dari Mongol pada abad ke-13, 1219-1225. Kota-kota seperti Bukhara, Samarkand, dan Termez dijarah oleh mereka. Penaklukan tersebut terjadi menyebabkan sebagian besar arsitektur sejarahnya hancur jadi reruntuhan.
Ibnu Battutah, seorang alim dan traveler Muslim asal Maroko pernah berkunjung ke Samarkand, salah satu kota terbesar dan terbaik saat itu, dan mencatat—sebagaimana dikutip Daniel C. Waugh (2000): “…dulunya terdapat istana-istana besar di tepian (sungai), dan bangunan-bangunan yang menjadi saksi sejarah aspirasi luhur penduduk kota, tetapi sebagian besarnya telah musnah, dan sebagian besar kota itu sendiri juga telah runtuh. Kota ini tidak memiliki tembok kota, tidak ada gerbang, dan terdapat taman di dalamnya.” Kini, setelah berlalu 8 abad, Uzbekistan telah kembali menjadi negara masyhur, sebuah pintu gerbang di Asia Tengah.
Posisi strategis dan khas dari Uzbekistan mendorong Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional MUI untuk membuat program ‘Muslim Tour Uzbekistan’. Sebuah program ‘wisata intelektual-religius’ berbentuk ziarah jejak para imam ahli hadis dan ilmuwan Muslim seperti Imam Bukhari, Abu Mansur Al Maturidi, Bahauddin Naqsyabandi di kota Tashkent, Bukhara, Samarkand, dan Mt. Chimgan.
Relasi antara Indonesia-Uzbekistan perlu terus ditingkatkan dan dikuatkan melalui berbagai program kerja sama. Majelis Ulama Indonesia sebagai shadiqul hukumah (mitra pemerintah) perlu terus mendukung berbagai kerja sama Indonesia-Uzbekistan baik itu keagamaan seperti fatwa halal, wisata halal, atau kerjasama pendidikan dengan berbagai kampus di Uzbekistan.
Orang Uzbekistan, sebagaimana dielaborasi penyair, pemikir, negarawan terkemuka Uzbekistan Nizamiddin Mir Alisher Navoi sarat dengan nilai-nilai berkualitas tinggi seperti keadilan, saling menerima dan kemurahan hati, menghormati orang tua, kasih sayang dan keinginan untuk membantu yang membutuhkan, persahabatan antar bangsa, kontribusi terhadap kemakmuran tanah air, dan pentingnya pendidikan generasi muda sebagai pribadi yang berkembang secara harmonis di dunia.
“Jika dikatakan bahwa surga dapat dilihat di dunia ini, maka surga dunia ini adalah Samarkand,” begitu kata sejarawan Persia, Ata’ Malik Juvaini: “If it is said that a paradise is to be seen in this world, then the paradise of this world is Samarkand.” Kita di Indonesia juga berkeyakinan sama, bahwa sepotong surga di dunia ada di Indonesia. Uzbekistan terkenal di jalur sutra, sebuah jalur perdagangan kuno penghubung Tiongkok dan Mediterania, dan Indonesia terkenal pula melalui jalur rempah yang membentuk sosio-kultural masyarakat Nusantara. Untuk itu, adalah penting bagi masyarakat di Uzbekistan dan Indonesia saling mengeksplorasi, saling berkunjung, dan mengangkat nilai-nilai utama dari kedua negara.*