INDOPOS.CO.ID – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengapresiasi, kesadaran orang Jepang ketika melanggar etik bakal memilih mengundurkan diri sebelum menerima sanksi. Budaya tersebut sudah mengakar di Negeri Matahari Terbit itu.
Hal tersebut seraya merespons putusan pelanggaran etik, yang dikeluarkan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terhadap hakim konstitusi baru-baru ini. Meski dinyatakan terbukti melanggar etik berat, namun tetap bekerja di MK.
“Kalau di Jepang, orang melanggar etik langsung dipecat. Bukan langsung dipecat saja kalau di Jepang, mengundurkan diri sebelum dipecat. Ya, itu lah hebatnya orang Jepang,” kata Mahfud MD usai menghadiri acara wisduda Universitas Pancasila di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Ia mengingatkan, setiap perbuatan yang dilakukan seseorang harus bertanggung jawab dan siap menerima konsekuensinya. Karenanya harus memahami pemahaman terhadap persoalan.
“Kita punya budaya lain. Yang penting menyadari, bahwa setiap kejelekan itu tentu akan ada akibatnya dan setiap orang menghindari untuk berbuat buruk. Saya kira itu nilai-nilai budaya kita,” ucap Mahfud MD.
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menerapkan, sanksi berat terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman sebagai terlapor dugaan pelanggaran etik di balik putusan syarat batas usia minimal capres-cawapres, Selasa (7/11/2023).
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie berpandangan, perilaku hakim terlapor tidak mencerminkan prinsip integritas, ketertidakpihakan, kesetaraan, kecakapan, independensi, kepantasan dan kesopanan sebagaimana tertuang dalam sapta karsa hutama.
“Memutuskan, menyatakan hakim terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi,” tutur Jimly saat membacakan amar putusan laporan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Dalam putusan tersebut meminta Anwar Usman meninggalkan jabatannya sebagai ketua MK. Maka, harus ada pencalonan pemimpin baru dalam lembaga tersebut.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi,” tegas Jimly.
“Memerintahkan wakil ketua MK, untuk dalam waktu 2 × 24 jam sejak putusan ini selesai dibacakan memimpin penyelenggaraan pemimpin yang baru sesuai peraturan perundang-undangan,” tambahnya. Saat ini MK telah memiliki Ketua MK baru yaitu, hakim konstitusi Suhartoyo. (dan)