INDOPOS.CO.ID – Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun berpandangan, pernyataan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) soal indikasi tekanan instrumen kekuasaan dan hukum menjelang Pilpres 2024 hanya bagian dari upaya menarik perhatian publik.
Apalagi sepanjang PDIP tidak melakukan upaya serius, untuk menjalankan hak angket di DPR. Maka ia meragukan adanya keluhan tekanan kekuasaan.
“Sepanjang itu pula, saya masih menilai narasi tekanan politik itu hanyalah upaya untuk memainkan psikologi publik untuk mendapat empati,” kata Ubedilah melalui gawai, Jakarta, Senin (20/11/2023).
Jika PDIP berhasil meyakinkan publik benar-benar sangat kecewa karena perseteruan dengan pihak tertentu. Partai berlambang kepala banteng itu jelas posisinya di parlemen memberikan hukuman kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui mekanisme hak angket.
“Maka pasangan Ganjar-Mahfud akan mendapat keuntungan, elektoral dari persepsi positif publik terhadap keseriusan PDIP menghukum Jokowi,” ucap Ubedilah.
“Tetapi, jika gagal meyakinkan publik maka bisa sebaliknya merugikan pasangan Ganjar – Mahfud,” tambahnya.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyinggung adanya indikasi tekanan kekuasaan, yang menyasar kubu paslon jagoannya Ganjar Pranowo – Mahfud MD.
Dia mengklaim, PDIP membangun komunikasi dengan kubu pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar terkait indikasi tekanan jelang pesta demokrasi 5 tahunan itu.
“Kita menyepakati dengan AMIN juga, penggunaan suatu instrumen hukum, penggunaan instrumen kekuasaan. Dalam konteks ini kami juga membangun komunikasi dengan AMIN karena merasakan hal yang sama,” ucap Hasto kepada wartawan di kawasan, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/11/2023). (dan)