Membuktikan Dugaan Kecurangan Pemilu 2024, Pengamat : DPR Memble, MK Semangat

Aksi-Rakyat

Aksi Dukungan Hak Angket Kecurangan Pemilu di depan Gedung DPR RI Beberapa Waktu Lalu. (Foto : dok Indopos.co.id)

INDOPOS.CO.ID – Adanya kecurangan Pemilu 2024 sebagaimana yang digaungkan oleh sejumlah civitas akademika dan juga pendukung dari pasangan calon nomor urut 1 (Anies Muhaimin) dan nomor urut 3 (Ganjar-Mahfud MD) nampaknya hanya berharap pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK), bukan melalui Hak Angket di DPR RI. Hal tersebut diutarakan oleh pengamat politik Muslim Arbi.

“Saya melihat “pertempuran” di MK dalam Gugatan Pilpres Curang di mana Ketua Hakim MK dan Para Hakim nya, dapat memberikan optimisme. Keadilan, hukum, kedaulatan Rakyat dan demokrasi masih dapat di tegakkan. Beda dengan langkah DPR yang menurut saya memble,” kata Muslim, mengawali pandangan politiknya kepada Indopos.co.id, Senin (8/4/2024).

Ia menjelaskan, sejumlah saksi ahli sangat gamblang sudah menegaskan bahwa ada kecurangan pemilu 2024 secara Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM), mulai dari proses sebelum pencoblosan hingga perhitungan suara, khususnya melalui Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dalam salah satu perbincangan di Grup WA, kata Muslim, seorang mantan rektor sebuah universitas ternama di Jogjakarta, memuji kesaksian dua Ahli ITB, Dr Ir Leony dan Ir Chairul Anas, dalam keterangannya di depan Hakim MK.

“Pujian mantan rektor itu tentunya sangat beralasan karena keahlian IT dari alumnus ITB itu. Dan selama ini yang diungkap baik, oleh Khairul Anas dan Dr Liony itu tak dapat dibantah oleh KPU,” ungkapnya.

Bahkan, ucap Muslim, persoalan Sirekap yang digunakan oleh KPU dalam menghitung hasil Pilpres itu sudah mendapat banyak kritikan yang dilakukan oleh Dr KRTM Roy Suryo dan para pakar lainnya.

“Publik sangat mempercayai keterangan Roy Suryo, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga era SBY dan Pakar telematika itu, juga para pakar lainnya dalam pilpres dan pemilu Curang seperti dalam Film Dokumenter The Dirty Vote yang sempat viral beberapa waktu lalu,” jelasnya.

Jadi, ujar Direktur Gerakan Perubahan ini, masih ada secercah harapan pada MK bagi Rakyat Indonesia untuk mendapatkan keadilan, hak-hak demokrasi dan kedaulatan nya. Bila akhirnya Mahkamah Konstitusi yang di nahkodai Oleh Dr Suhartoyo itu memutuskan sesuai dengan fakta-fakta persidangan yang ada.

“Sehingga dengan demikian MK yang lahir dari rahim reformasi itu, masih dapat di harapkan untuk berada di jalur Khittahnya sesuai dengan amanat Reformasi. Seperti yang dilontarkan oleh Dr Refly Harun setelah sidang sengketa Pilpres di MK baru-baru ini,” tuturnya.

Lalu, bagaimana dengan DPR? Muslim pun menyoroti pernyataan Ketua DPR RI Puan Maharani terkait belum adanya usulan hak angket yang justru memberikan pernyataan singkat permohonan maaf lahir batin saat memimpin jalannya sidang Paripurna penutupan masa sidang atau memasuki masa reses.

“Apakah pernyataan mohon maaf lahir batin itu, dapat di maknai: Hak Angket DPR sudah tutup pintu? Artinya DPR tidak akan memproses angket DPR untuk selidiki Persoalan Pilpres dan pelaksanaan UU selama ini oleh Pemerintah?” cetus Muslim.

Kalau betul, kata Muslim, maka ucapan Puan Maharani sebagai Ketua DPR dan disertai dengan permintaan maaf lahir batin karena telah menutup Hak Angket DPR? Maka itu akan menjadi pertanyaan besar bagi publik.

“Publik akan bertanya. Ada apa dengan DPR? Apa yang menyebabkan DPR tidak mengadakan Hak Angket? Ada sesuatu yang menyandera DPR?” selorohnya.

Kata Muslim, DPR harus menjelaskan ke Publik, soal Hak Angket. Karena Publik masih mempercayai DPR sebagai lembaga negara dan DPR masih di anggap sebagai wakil rakyat, bukan wakil Pemerintah, apalagi pelindung Presiden.

“Bila DPR tidak menggubris dan menolak diadakan Hak Angket; Itu salah satu preseden matinya demokrasi dan hilang nya hak-hak Rakyat untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan.

DPR tidak dapat di percayai lagi. DPR dapat dianggap bersekutu dengan penguasa untuk melindungi kejahatan pilpres, pemilu dan pelaksanaan UU yang selama ini bermasalah,” tuturnya.

“Rakyat dapat membuat mosi tidak percaya kepada DPR. DPR dianggap mengkhianati Rakyat. Ada DPR dan Tidak ada nya DPR dianggap sama saja oleh rakyat. Karena dianggap institusi negara yang dibiayai oleh rakyat itu berkhianat. Mengkhianati rakyat dan hak-hak konsitusi nya,” tambahnya.

Lalu, bagaimana dengan aksi dukungan masyarakat? Kata Muslim, publik tetap akan mendorong menunggu sikap dari DPR dalam menjalankan hak angket kecurangan pemilu ini.

“Hal itu dibuktikan beberapa waktu lalu meski dalam keadaan puasa ramadhan pun, rakyat terus suara kan soal Keadilan dan kebenaran harus tegak di negeri ini di Depan DPR,” ujarnya.

Jika setelah masa reses, DPR tetap tidak juga menggubris suara rakyat soal hak angket, maka, lanjut Muslim, jangan salah kan rakyat, bila rakyat akan tetap bergelombang mendatangi Senayan secara terus-menerus dengan gelombang massa yang tak dapat di bendung.

“Dan itu dapat menimbulkan kejadian yang sangat luar biasa. Revolusi bisa lahir dari Senayan,” cetusnya.

“Maka, mumpung belum terlambat, masih ada waktu bagi DPR untuk proses hak angket setelah masa reses berakhir. Rakyat masih menunggu dan berharap,” pungkasnya menambahkan. (dil)

Exit mobile version