INDOPOS.CO.ID – Para pekerja darurat menemukan ratusan mayat di reruntuhan Kota Derna di Libya timur, dan dikhawatirkan jumlah korban akan bertambah. Sekitar 10 ribu orang dilaporkan hilang setelah banjir yang dipicu oleh Badai Daniel yang menghancurkan bendungan di wilayah itu.
Otoritas ambulans Derna menyebutkan jumlah korban tewas saat ini mencapai 2.300 orang.
“Lebih dari 1.000 jenazah berhasil dikumpulkan, termasuk setidaknya 700 jenazah yang telah dikuburkan sejauh ini,” kata Menteri Kesehatan Libya Timur seperti dikutip Al Jazeera, Rabu (13/9/2023).
Rekaman menunjukkan puluhan jenazah ditutupi selimut di halaman salah satu rumah sakit. Gambar lain menunjukkan kuburan massal yang dipenuhi mayat.
“Lebih dari 1.500 jenazah dikumpulkan, dan setengah dari mereka telah dikuburkan pada Selasa malam,” kata Menteri Kesehatan Libya timur.
Kehancuran terjadi di Derna dan bagian lain Libya timur pada Minggu (10/9/2023) malam. Saat Badai Daniel menghantam pantai, warga Derna mengatakan mereka mendengar ledakan keras dan menyadari bendungan di luar kota telah runtuh.
Bantuan dari luar baru saja mulai mencapai Derna pada Selasa (12/9/2023), lebih dari 36 jam setelah bencana terjadi. Banjir merusak atau menghancurkan banyak jalan akses ke kota pesisir berpenduduk sekitar 89 ribu jiwa itu.
Wakil Wali Kota Derna, Ahmed Madroud, mengatakan setidaknya 20 persen kota telah hancur.
Ia mengatakan, penyebab kehancuran tersebut terkait dengan lemahnya infrastruktur di kota tersebut dan banyaknya bangunan yang bertumpuk di jalan-jalan sempit yang terletak dekat sungai.
“Saat sungai meluap, seluruh bangunan dan keluarga yang ada di dalamnya ikut terbawa arus,” ujarnya.
Video yang diunggah secara online oleh warga menunjukkan petak besar lumpur dan puing-puing di mana air yang meluap menyapu pemukiman di kedua tepian sungai.
Gedung-gedung apartemen bertingkat yang dulunya jauh dari sungai, bagian depannya terkoyak dan lantai betonnya runtuh.
Pada Selasa (12/9/2023), petugas tanggap darurat setempat, termasuk tentara, pegawai pemerintah, sukarelawan dan warga menggali reruntuhan untuk mencari korban tewas. Mereka juga menggunakan perahu karet untuk mengambil jenazah dari air.
Seperti dilansir Al Jazeera, ratusan sukarelawan dari Libya barat menuju ke timur negara itu untuk memberikan dukungan, sementara puluhan kelompok masyarakat sipil mengumpulkan bantuan untuk dikirim ke Derna melalui darat dan udara.
Setelah lebih dari satu dekade mengalami kekacauan, Libya masih terpecah menjadi dua pemerintahan yang bersaing: satu di barat dan satu lagi di timur, masing-masing didukung oleh milisi dan pemerintah asing yang berbeda.
Gilles Carbonnier, Wakil Presiden Komite Palang Merah Internasional, mengatakan situasi di Libya timur sangat mengerikan.
“Ratusan orang mungkin meninggal, ribuan lainnya terkena dampak termasuk orang hilang,” katanya.
Menurut Anas El Gomati, pendiri dan Direktur Sadeq Institute, sebuah wadah pemikir kebijakan publik yang berbasis di Tripoli, meskipun kehadiran dua pemerintahan yang bersaing di Libya telah mempersulit upaya pihak berwenang untuk menanggapi krisis ini, mereka memiliki banyak waktu untuk berkoordinasi.
“Kami punya waktu berhari-hari dan berjam-jam sebelum ini untuk bersiap,” kata El Gomati.
“Berbeda dengan situasi di Maroko , di mana lempeng tektonik bergerak dan mereka mempunyai waktu beberapa detik untuk bersiap, di Libya, ketika bendungan mulai membengkak dan terisi perlahan, mereka punya waktu berhari-hari dan berjam-jam untuk merencanakan evakuasi,” tambahnya.
Badai Daniel tersebut juga melanda daerah lain di Libya timur, termasuk Kota Bayda, sekitar 50 orang dilaporkan tewas. Pusat Medis Bayda, rumah sakit utama, kebanjiran dan pasien harus dievakuasi, menurut rekaman yang dibagikan oleh pusat tersebut di Facebook.
Menurut pemerintah, kota-kota lain yang terkena dampaknya termasuk Susa, Marj dan Shahatt.(dam)